Sidang Penipuan Oleh Oknum TNI Anggota Kodim Magelang, Ucok: “Diduga Kuat Terdakwa Bersekongkol dengah Istri Lakukan Penipuan”
Bantul, beritaglobal.net – Persidangan kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh Babinsa Koramil 22/Tempuran Kodim 0705/Magelang, Serka Yudha Wahyu Windarto (36) terhadap korban seorang wartawati media cetak di Semarang kembali digelar di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Jalan Ringroad Timur, Banguntapan Bantul, Yogyakarta, Rabu (6/02/2019). Sidang lanjutan ini menghadirkan saksi istri terdakwa, ES warga Pule, Danurejo, Mertoyudan, Kabupaten Magelang dan saksi kunci, Waliyah pembantu rumah tangga kakak terdakwa dan Dra. Erwati rekan dekat korban. Sidang dipimpin oleh hakim ketua Letkol CHK (KH-W) Koerniawati, S.H., M.H., Hakim Anggota satu Mayor CHK Junaidi, S.H., dan Hakim Anggota dua Mayor CHK Kuat Bayu Reagean, S.H.
Kuasa Hukum korban, Suroso “Ucok” Kuncoro, S.H., M.H., dari LAW OFFICE FAST & ASSOCIATES kepada wartawan di luar ruang sidang menuturkan, keterangan saksi ES patut menjadi perhatian khusus, pasalnya, dia mengaku telah mengajukan gugatan cerai terhadap terdakwa saat kasus ini mencuat ke media dan menjadi viral di pertengahan tahun 2018 sesaat setelah korban membuat laporan resmi ke Sub Denpom Magelang, sedangkan dia sudah mengetahui hubungan korban dengan suaminya adalah sebagai calon istri.
“Justru hal ini menjadi menarik dan janggal bagi kami, sebagai kuasa hukum NN. Mengapa kami katakan janggal? Pertama, ketika klien kami menjalin hubungan dengan terdakwa, Serka Yudha Wahyu Windarto melalui ponselnya mengenalkan NN sebagai calon istri terdakwa dan disambut baik oleh saksi (Emi Susanti). Bahkan, saat itu, korban pun telah minta izin untuk dekat dengan Gendhis anak tunggal keduanya dan dipersilakan saudari ES. Kami punya bukti rekaman suaranya. Padahal sebenarnya, pada saat itu keduanya masih suami istri dan masih tinggal satu atap di rumah orang tua ES di Pule, Mertoyudan, Magelang,” ungkap Ucok.
Sebagaimana diketahui dalam sidang, istri terdakwa yang dimintai keterangan majelis hakim sebagai saksi mengatakan telah telah mengajukan gugatan cerai kepada terdakwa setelah mengetahui hubungan suaminya dengah korban, pertengahan tahun 2018 lalu. Gugatan itu dilakukan setelah keduanya berpisah ranjang sejak tahun 2017 karena masalah ekonomi. Emi mengaku, gaji suaminya sebagai Babinsa hanya Rp 1 juta.
“Gaji suami saya sebagai anggota TNI hanya Rp 1 juta tidak cukup untuk kebutuhan sehari – hari,” terang ES di persidangan.
Kejanggalan kedua, lanjut Ucok, saat korban NN membongkar kebohongan Serka Yudha Wahyu Windarto bahwa tidak pernah ada pengajuan gugatan cerai. Terdakwa melalui pesan Whatsapp yang dikirim kepada korban berpura – pura telah mengajukan gugatan cerai terhadap saksi dan saat itu saksi ES pun mengamini. Pesan WA yang ditunjukkan kepada korban tersebut untuk menyakinkan niatnya bahwa terdakwa serius akan menikahi NN.
Puncaknya, ketika korban melakukan penyelidikan, dia mendapatkan pengakuan dari ibu kandung ES bahwa terdakwa masih tinggal satu atap dengan saksi ES.
Bahkan, Serka Yudha Wahyu Windarto dengan mulutnya sendiri mengakui masih melakukan hubungan suami istri dengan saksi ES di rumah mertuanya di Mertoyudan, Magelang.
“Semua itu kami punya buktinya, yakni rekaman video durasi hampir satu jam. Jadi selama setahun berhubungan dengan korban, Serka Yudha Wahyu Windarto setahun itu juga pulang ke rumah istri, tidur bareng istri dan melakukan hubungan suami istri di rumah mertuanya,” paparnya.
Sehingga, ketika saksi ES menyebut saat ini telah mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, Serka Yudha Wahyu Windarto, hal itu patut dicurigai.
“Kenapa baru sekarang saksi mengajukan perceraian disaat kasus ini mencuat, bukan pada saat korban sudah dikenalkan suaminya sebagai calon istrinya. Kesannya ada pembiaran, justru seakan – akan melibatkan diri. Kuat dugaan bahwa mereka berdua telah bersekongkol melakukan penipuan terhadap korban,” pungkas kuasa hukum korban yang akrab disapa Ucok tersebut.
Berbicara pengajuan gugatan cerai diajukan saksi ES terhadap Serka Yudha Wahyu Windarto, Ucok mengaku sangat memahami, bahwa perceraian di tubuh TNI apabila istri mengajukan gugatan harus ada izin kepada atasan langsung/satker/komandan secara berjenjang. Jika tidak, resikonya Hakim Agama yang bisa kena sanksi. Hal itu pula yang menjadi pertanyaan Ucok sebagai kuasa hukum korban, sudahkan izin gugatan cerai itu didapat pihak ES.
“Saat ini saksi menggandeng pengacara yang kebetulan adalah bekas anak buah saya selama magang di Salatiga. Sudahkah pengacaranya mendapatkan izin dari kesatuan terdakwa. Jadi, ketika gugatan cerai itu tidak pernah ada izin pengajuan gugatan cerai akan di Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atau putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena alasan gugatan mengandung cacat formil. Yang berarti, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi oleh pengadilan Agama. Sehingga, patut diduga terdakwa dan istrinya bersekongkol,” tegas pengacara yang pernah berperkara di MK tersebut.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, oknum anggota TNI AD tersebut menjalani sidang perdana di Pengadilan Militer Yogyakarta dengan dakwaaan melakukan penipuan terhadap seorang wartawati berinisial NN hingga mengalami kerugian materi sebesar Rp 90 juta.
Selain kerugian materi, kata kuasa hukum korban Suroso Kuncoro, korban yang berdomisili di Salatiga ini juga harus menanggung malu dari gagalnya rencana pernikahan yang sudah direncanakan kan berlangsung pada bulan lebaran haji 2018 lalu.
“Klien kami mengaku telah mengalami kerugian materi sebesar kurang lebih Rp 90 juta. Selain itu, klien kami dan keluarga besarnya harus menanggung malu, lantaran agenda pernikahan yang harusnya digelar bulan Agustus 2018 lalu sudah dalam persiapan, akhirnya gagal,” kata Ucok. (Khamim)
Tinggalkan Balasan