Prosesi Pensucian Punden Tumenggung Mayang, Cikal Bakal Kebonan

 

Prosesi penyerahan air suci 

Laporan: VB Prabawani

UNGARAN | BERITA- GLOBAL.COM – Dusun Kebonan, Desa Randu Gunting Kecmatan Bergas, Kabupaten Semarang punya gawe hari ini, Minggu, 12.01.2023.

Pasalnya, dusun Kebonan mengadakan Haul Tumenggung Mayang, cikal bakal Dusun Kebonan. Haul ini dilakukan dengan tujuan untuk nguri-uri budaya cikal bakal Dusun Kebonan. 

“Jika anak muda diminta untuk membawa tombak, air sendang dengan pakaian adat Jawa dan diajak ke makam untuk mendoakan leluhur kan tidak mungkin mau. Maka dari itu acara ini dikemas dengan cantik agar anak muda selain tertarik juga ikut merasakan kesakralan sebuah acara peringatan Haul Cikal Bakal desa ini, ” Tutur Kadus Dusun Kebonan Bapak Yuli Widodo. 

Acara dimulai dengan pembukaan, dilanjutkan perjalanan menuju sendang untuk mengambil air Kebonan Tirta Agung. Setelah pengambilan air Kebonan yang dilakukan oleh tetua desa, perjalanan kirab yang diawali oleh 4 pemuda pembawa tombak pusaka Dusun Kebonan,  3 putri pembawa air suci mengikuti di belakangnya.  Tak lupa sebagai ungkapan syukur masyarakat Kebonan, maka dibuatlah gunungan hasil bumi, aneka jajanan khas anak mengikuti di belakang 3 putri pembawa kendi. 

Baca Juga:  Doa dan Shalawat Bergema di Rutan Salatiga

Arak-arakan kirab budaya melanjutkan perjalanan menuju makam  leluhur Tumenggung Mayang ke Sentono. 

Sesampainya di Sentono, yaitu pepunden Tumenggung Mayang, dimulailah prosesi yang sebenarnya. 

Prosesi diawali dengan membuka kain penutup  kijing pepunden. Setelah kain penutup dibuka, pembersihan makampun dimulai, diawali dengan mencuci punden menggunakan air suci yang diambil dari mata air Kebonan Tirta Agung, kemudian mengganti kain penutup lama dengan kain penutup punden yang baru. Doa tahlil sebagai ungkapan syukur serta mendoakan leluhur dilakukan setelah pensucian dan penggantian kain penutup punden. 

Baca Juga:  Polri Maksimalkan Pengamanan KTT Indonesia-Afrika dengan Tim K9 Berkemampuan Khusus
Prosesi pencucian punden oleh Kadus Kebonan, Yuli Widodo

Memasuki acara yang dinanti-nanti adalah pembacaan sejarah tentang Daun Kebonan dan Tumenggung Mayang. 

Disinilah sebuah sejarah harus dibuka dan dilestarikan oleh generasi muda. Berawal dari seorang Senopati kepercayaan Sultan Hadi Wijaya  di Kerajaan Pajang  kurang lebih tahun 1568. 

” Tumenggung Mayang memiliki seorang putra bernama Pangeran  Pabelan, Tumenggung Mayang menantang putranya yang terkenal tampan namun suka main wanita dengan memintanya untuk mendatangi putri Sultan Hadi Wijaya, yaitu Dewi Sekar Kedhaton. Merasa tertantang jiwa mudanya, maka jawablah tantangan ayahandanya itu. Namun sayang, perilaku Pangeran Pabelan diketahui oleh pihak kerajaan yang menyebabkan sang pangeran ditangkap dan dihukum mati, serta Tumenggung Mayang harus diasingkan ke Alas Roban.  Perjalanan ke alas Roban ternyata cukup menantang, termasuk beliau yang disusul oleh pasukan Senopati di Mataram untuk diminta kembali ke Pajang. Namun pertemuan kedua pasukan, yaitu antara pasukan Tumenggung Mayang dan pasukan Senopati menimbulkan percekcokan hingga peperangan di alas Jatijajar yang kini dikenal dengan nama Dusun Kebonan, hingga menimbulkan banyak korban. Menilik dari banyaknya korban yang timbul akhirnya Tumenggung Mayang memutuskan untuk tetap tinggal di alas Jatijajar, bukan kembali ke Pajang ataupun Ke alas Roban. Disana beliau mengembangkan agama Islam dengan banyak pengikut, hingga kini lestari dengan nama Dusun Kebonan, ” tutup Tumenggung Joko Winarno Hadipuro. 

Baca Juga:  Menko PMK Tekankan Pentingnya Keberlanjutan Fasilitas Olahraga Pasca-PON XXI Aceh-Sumut

Acara yang tak kalah seru kemasannya adalah rebutan gunungan. Dalam rebutan ini tak memandang tua muda semua ikut menikmati berebut hasil bumi. Sebagai penutup dilakukanlah makan bersama di lingkungan makam Tumenggung Mayang. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!