Pegang Teguh Tradisi , Warga 4 Desa Di Purbalingga Tidak Mau Jualan Makanan Berbahan Dasar Beras
PURBALINGGA, Beritaglobal.Net – Tradisi unik dijalani oleh warga di beberapa desa di wilayah Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, diantaranya adalah Desa Grantung, Desa Rajawana, Desa Tajug dan Desa Pekiringan. Sebagai desa Perdikan Kabupaten, masyarakat setempat meyakini tradisi leluhur secara turun temurun untuk tidak menjual atau memperdagangkan makanan berbahan dasar beras.
Bahkan bukan hanya produk makanan, para penduduk asli ke empat desa tersebut pun, tidak menjual beras. Kalaupun ada pedagang yang menjual beras, mereka adalah pendatang.
Dari data dihimpun beritaglobal.net, dari berbagai sumber, masyarakat setempat membenarkan kalau ada 4 desa yang warganya takut untuk menjual atau membuat rumah makan atau bahkan warung kelontong yang menjual beras ataupun produk makanan dari bahan baku beras.
Hal ini, seperti diungkapkan pula oleh Imam Reja (77), yang merupakan kuncen makam wali Mahdum Cahyana, sekaligus sebagai tokoh adat setempat.
“Pada jaman dahulu ada seorang wali keturunan dari sunan Bonang dan juga seorang wali pernah singgah di wilayah ini dan merupakan seorang ahli di bidang pertanian dan sukses dengan hasil padi yang sangat melimpah. Wali tersebut bersabda ‘kenapa harus menjual nasi karena nasi adalah simbul dari kehidupan/kebutuhan dasar,” kisah Imam Reja.
“Makanan sangat melimpah disini, kenapa harus di jual? Alangkah lebih baiknya kita sedekahkan saja buat yang membutuhkan, dan dari sisi ekonomi supaya tidak terjadi kapitalisme dan penimbunan. Maka dari wejangan tersebut masyarakat 4 desa sepakat untuk tidak menjual nasi, selain nasi juga tidak boleh menjual sirih dan suluh ‘kayu bakar’ karena yang namanya suluh buat membakar itu pada jaman dahulu di simbolkan dengan provokasi/angkara murka atau perpecahan,” terangnya.
Cerita Imam Reja, dipertegas oleh Kepala Desa Grantung, Karyono (41), Kepala Desa Tajug Kuswoyo (60) dan Suwanto Hadinata selaku Kepala Desa Rajawana
“Benar adanya bahwa ada 4 desa yang masyarakat percaya untuk tidak menjual nasi atau bahkan punya warung makan. Ini bukan aturan baku yang tertulis akan tetapi sudah menjadi budaya yang turun temurun dari nenek moyang. Kalau ada yang melanggar menurut keyakinan nenek moyang dahulu bakalan kuwalat, seperti ditimpa penyakit yang tak kunjung sembuh dan kehidupan yang sengsara dan tak pernah cukup,” ungkap Karyono saat ditemui beritaglobal.net, belum lama ini.
“Selain tidak menjual nasi, sirih, atau kayu bakar warga disini tidak ada yang berani mengadakan tanggapan wayang kulit atau yang ada hubungannya dengan gamelan,” pungkasnya. Iwan s
Tinggalkan Balasan