Pegang Teguh Budaya Leluhur, Warga Merapisari ‘Nanggap’ Wayang Kulit Simbolis di Masa Pandemi Covid-19

Sesepuh Dusun Merapisari Ig. Supoyo Darmono menyerahkan gunungan wayang kepada Dalang Ki Hadi Widodo dalam peringatan hari jadi ke 66 Dusun Merapisari, Desa Ngablak, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang. (Foto: Dok. istimewa/Eko)

Mungkid, beritaglobal.net – Memasuki hari jadi ke 66 Dusun Merapisari, Desa Ngablak, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, warga setempat selenggarakan perayaan hari jadi dengan sangat sederhana.

Berbeda dengan tahun – tahun sebelumnya, dimana peringatan hari jadi dusun diperingati secara meriah dengan puncak perayaan adalah pagelaran Rigit Cucal (Wayang Kulit-red).

Baca Juga:  Ratusan Juta Uang Dana Desa dan Puluhan Juta Uang Sisa Pembayaran Pajak, Raib Oleh Pencuri Bermotor

Disampaikan oleh Ketua Panitia Acara St. Suyanto kepada beritaglobal.net, Kamis (16/04/2020).

“Biasanya diisi dengan bermacam acara kesenian seperti topeng ireng yang dimainkan oleh ibu – ibu disini, dangdut, reokan, senam dan lain –  lain,” ucap Suyanto.

“Sesuai dengan himbauan pemerintah selama pandemi Covid-19, kita tidak boleh mendatangkan massa, jadi semua rencana yang telah jadi pudar. Oleh karena itu, pagelaran wayang tetap kita gelar, meski hanya secara simbolis, dan berjalan sesuai protokol,” imbuhnya.

Baca Juga:  Literasi Digital Untuk Pengetahuan dan Kecakapan Prajurit Korem 073/Makutarama

Gelaran wayang kulit dengan dalang Ki Hadi Widodo dari Pakis, hanya diiringi dengan kenduri tumpeng, yang dibawa oleh perwakilan sesepuh Dusun Merapisari Ig. Supoyo Darmono.

“Gunungan wayang tadi secara simbolis diserahkan oleh bapak Ig. Supoyo Darmono kepada dalang, dan kenduri tumpengan sebagai pengiring gelaran wayang. Namun, wayang tetap ditanjak oleh Dalang, sebagai wujud peringatan hari jadi Dusun Merapisari,” jelas Suyanto.

Baca Juga:  Bos Charlie Hospital Anto Van Java Doakan Agustin-Iswar Sukses di Pilwakot Semarang 2024

Keyakinan warga Dusun Merapisari dengan masih menggelar acara ‘Nanggap’ Rigit Cucal, ini tidak lain adalah masih teguhnya budaya dan kearifan lokal yang harus tetap dilakukan untuk wujud rasa syukur dan berharap terhindar dari semua mara bahaya, wabah penyakit dan hal – hal yang negatif lainnya. (Eko Triyono)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!