Semangat Gotong Royong, Menjadi Penyangga Pertahanan Kelompok Ternak Lele Mandiri di Desa Ngrapah – Banyubiru

Kolam – kolam peternak ikan lele milik Pokdakan Lele Mandiri di Dusun Gemenggeng, Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. (Foto: dok. istimewa/ASB)

Ungaran, beritaglobal.net – Potensi air melimpah, kontur
tanah yang rata dan akses menuju pasar yang mudah, mendorong beberapa pemuda di
Dusun Gemenggeng, Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, untuk membudidayakan
ikan air tawar khususnya Lele di sekitar rumahnya. Adalah Agus Jumeri (39), pengurus
Kelompok Pembudidayaan Ikan (Pokdakan) air tawar jenis lele, mengembangkan
budidaya ikan lele untuk pembenihan, di desanya.
Ketekunan Agus, dalam membudidayakan ikan Lele, telah
dilakoninya sejak tahun 2002 silam, dan saat ini dirinya beserta belasan peternak
lele, telah dibina langsung oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Balai Layanan Usaha
Produksi Perikanan Budidaya dan Pemerintah Kabupaten Semarang melalui Dinas
Pertanian, Perikanan dan Pangan, telah mampu menghasilkan bibit ikan lele
sebanyak lebih kurang 150.000 ekor hingga 200.000 ekor per dua bulan. Meski
demikian, hasil tersebut belum mampu memenuhi permintaan akan benih ikan lele bagi
peternak di wilayah Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga.
Agus Jumeri saat menunjukkan kolam pembenihan ikan lele di sekretariat Pokdakan Lele Mandiri, Dusun Gemenggeng, Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. (Foto: dok. istimewa/ASB)
“Saya memulai pengembangan ikan lele sejak tahun 2002, fokus
pada budidaya pembibitan lele,” ungkap Agus, saat ditemui beritaglobal.net di
Sekretariat Pokdakan Lele Mandiri di Dusun Gemenggeng RT 02 RW 11, Desa
Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.
Dirinya menceritakan bahwa mengembangkan budidaya ikan lele
khususnya pembibitan itu susah – susah mudah, perlu ketekunan, ketelitian dan
rasa empati yang tinggi pada hewan ternak yang dipelihara.  Menurutnya, rasa empati ini menjadi salah
satu faktor penentu sukses dan tidaknya seorang peternak ikan lele dalam
mengembangkan usahanya.
“Proses beternak ikan lele itu susah – susah mudah, susahnya
2 kali, mudahnya 1 kali. Kita harus tekun, teliti dan miliki empati pada hewan
yang kita pelihara. Rasa empati inilah yang menjadikan salah satu faktor
penentu, sukses dan tidaknya usaha budidaya ikan lele kami,” jelasnya.
Tahapan Pemijahan
Adapun tahapan pemijahan ikan lele, dijelaskannya ada
beberapa tahapan, dimana setiap tahapan tersebut, seorang peternak harus jeli
memilih indukan yang bagus, menyiapkan media dan memberikan pakan awal pada
anakan – anakan lele saat telah menetas hingga pada usia siap untuk dipasarkan.
“Pada tahap awal adalah persiapan genetika telur, dengan
cara memilih indukan yang bagus, dan memberi indukan nutrisi yang baik selama
persiapan pemijahan hingga dihasilkan telur – telur lele yang berkualitas.
Untuk memilih indukan yang bagus, sudah bisa di lihat dari gerakan lincah,
tidak terkena hama penyakit,” jelasnya.
Untuk induk pejantan, Agus menjelaskan bahwa pejantan ikan
lele yang baik sebagai indukan memiliki ciri – ciri tubuhnya ramping memanjang,
alat kelaminnya menonjol keluar, warna tubuh terlihat coklat kemerahan dan
gerakannya lincah. Sementara itu untuk memilih indukan betina yang berkualitas
dapat dilihat dari ciri fisik ikan lele, dari bagian perutnya membesar mengarah
ke anus, saat diurut akan keluar telur berwarna hijau tua, alat kelamin
berwarna kemerahan dan terlihat membengkak, warna tubuh seperti halnya
pejantan, berwarna merah kecoklatan, namun gerakannya sedikit lamban.
“Indukan yang bagus dapat mulai di pisahkan untuk pemijahan,
paling baik saat berusia 2 tahun hingga usia induk 5 tahun. Untuk pejantan
dipilih dari ikan lele yang aktif, alat kelaminnya terlihat menonjol serta
berwarna merah kecoklatan dan tidak terlalu gemuk. Sementara itu untuk induk
betina, biasanya kita lihat dari kondisi wadah telurnya yang besar dan
memanjang hingga ke bagian anus,” papar Agus seraya menunjukkan bibit ikan lele
di kolam pembenihan miliknya.
Ditambahkannya, pembenihan ikan lele tidak memerlukan waktu
lama. Dirinya hanya menyiapkan indukan dengan pakan yang bermutu hingga matang gonad, dan melakukan perkawinan alami. Dimana setelah bertelur, indukan dipisahkan lagi, dan dalam 1 malam telur – telur ikan lele sudah menetas, dalam tempo
maksimal 2 bulan, bibit – bibit ikan lele sudah siap untuk dipasarkan kepada
peternak yang mengembangkan pembesaran ikan lele.
“Pemijahan kami secara alami, kami sediakan kolam khusus untuk indukan yang bagus dan dengan diberi pakan bermutu, hingga kondisi matang gonad, setelah bertelur, indukan kami pindah. Hanya perlu 1 malam untuk telur – telur ikan lele menetas. Selebihnya hingga usia
anakan ikan lele mencapai 7 hari, diberi makan cacing sutera dan setelah itu
baru diberi makan pellet hingga usia 2 bulan. Pada usia 2 bulan tersebut bibit
lele siap untuk dipasarkan,” ungkapnya.
Saat ditanyakan kisaran harga bibit lele per ekor di
Pokdakan Lele Mandiri, dirinya menyebut, jika harga per ekor bibit lele diberi
harga antara Rp 50,- hingga Rp 150,- per ekor. 
Agus menyebutkan jika area pemasaran bibit lele dari
Pokdakan Lele Mandiri Dusun Gemenggeng, Desa Ngrapah, masih di seputar wilayah Kabupaten
Semarang, khususnya di wilayah Ambarawa, Banyubiru, Klero, Bringin dan Kauman
Lor, serta sedikit merambah ke beberapa wilayah di Kota Salatiga.
Gotong Royong Untuk Bertahan Dalam Usaha Pembibitan Ikan
Lele
Disebutkan oleh Agus Jumeri, bahwa faktor cuaca masih
menjadi salah satu penentu tumbuh kembang bibit – bibit lele, namun dengan
adanya kreatifitas dan ketelitian peternak, semua masalah pembenihan dapat
diatasi. Selain faktor cuaca, untuk urusan teknis seperti ketersediaan pakan,
permodalan dan pangsa pasar, dijelaskan oleh Agus, jika pola gotong royong
untuk menopang satu sama lain antar sesame peternak lele di Desanya, menjadikan
peternakan ikan lele hingga saat ini masih bisa bertahan dan berkembang dengan
baik.
“Kendala cuaca menjadi faktor penting dalam memijahkan lele,
namun kreativitias dan inovasi serta ketelitian dari peternak itu yang paling
utama. Kami terapkan pola gotong royong, dimana jika ada rekan peternak yang
kekurangan bahan pakan, kami bantu dulu dengan memotong hasil panennya. Bila
ada yang membutuhkan indukan, kami pinjami, dan juga untuk peternak yang
mengalami kesulitan penjualan, kami sudah siapkan jejaring pasar yang dapat menampung
hasil ternak dari rekan – rekan di Desa Ngrapah ini,” jelas Agus.
“Intinya adalah gotong royong, saling bahu membahu untuk
kami bertahan dan lebih maju lagi hingga saat ini,” pungkasnya. (Agus Subekti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!