Dialog Publik Bahas RUU Kejaksaan; Perluasan kewenangan Kejaksaan Memunculkan Kekhawatiran Tumpang Tindih Kewenangan
SEMARANG | SUARAGLOBAL.COM– Kritis namun konstruktif, semangat inilah yang tercermin dalam Dialog Publik bertajuk “Antara Kewenangan dan Keadilan Rakyat” yang digelar di Gedung Teater Lantai 3, ISDB Prof. Qodri Azizy UIN Walisongo, Senin (17/2/2025). Acara ini dihadiri sekitar 50 peserta, mayoritas aktivis mahasiswa UNDIP dan UIN Walisongo, yang mengangkat isu strategis seputar Rancangan KUHAP, UU Kejaksaan, dan UU Polri dalam kerangka keadilan dan keseimbangan kekuasaan negara.
Dialog menghadirkan tiga pemateri dari kalangan akademisi dan praktisi hukum, yakni Prof. Dr. Ahmad Fanani, M.Ag., M.S (Guru Besar Hukum Islam UIN Walisongo), Dr. Novita Dewi Masyithoh, S.H., M.H. (Praktisi Hukum dan Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah & Hukum UIN Walisongo), serta Drs. H. Nur Syamsudin, M.Si. (Dosen FISIP UIN Walisongo).
Berbagai isu mencuat dalam forum ini, mulai dari potensi konflik kepentingan dalam pelaksanaan kewenangan oleh kejaksaan, hingga urgensi revisi UU Kejaksaan Nomor 11 Tahun 2021. Salah satu isu utama yang menjadi sorotan adalah pentingnya menjaga prinsip checks and balances di tengah penguatan fungsi dan peran lembaga penegak hukum.
Peserta forum secara tegas menilai bahwa perluasan kewenangan kejaksaan, seperti hak membawa senjata api dan melakukan penyadapan, dapat memunculkan kekhawatiran akan tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain seperti kepolisian. Dalam diskusi ini ditegaskan bahwa pembagian peran yang tegas antara lembaga penegak hukum menjadi kunci utama dalam menjaga sistem peradilan yang sehat, transparan, dan adil.
Posisi Polri sebagai lembaga yang menjalankan fungsi penyidikan secara profesional dinilai sangat vital dalam menegakkan hukum dengan tetap menjunjung prinsip keadilan dan akuntabilitas. Apalagi, Polri memiliki struktur pengawasan internal dan eksternal yang kuat, menjadikannya institusi yang paling siap dalam menangani fungsi penyidikan secara objektif dan proporsional.
Hasil seminar secara garis besar merumuskan poin-poin sebagai berikut:
1. Judicial review diperlukan untuk menguji potensi pelanggaran prinsip checks and balances, termasuk kewenangan kejaksaan dan mekanisme pencegahan konflik kepentingan.
2. Revisi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan perlu dilakukan untuk menyeimbangkan pemberian kewenangan dan penguatan mekanisme pengawasan eksternal.
3. Beberapa pasal dalam perubahan UU Kejaksaan justru dinilai melemahkan sistem hukum nasional.
4. Sentralisasi kewenangan tanpa pengawasan berisiko membuka peluang abuse of power dan melemahkan independensi kejaksaan.
5. Tanpa batasan kewenangan yang jelas, perubahan UU ini bisa menjadi kemunduran bagi penegakan hukum yang adil.
6. Pemberian hak kepemilikan senjata api dan kewenangan penyadapan kepada jaksa meningkatkan kekhawatiran atas potensi pelanggaran HAM.
7. Dibutuhkan kewenangan tambahan bagi lembaga pengawas untuk menjaga agar pasal-pasal dalam UU Kejaksaan tidak disalahgunakan.
8. Mahasiswa didorong untuk aktif mempelajari, mendiskusikan, dan mengawal implementasi UU Kejaksaan demi mewujudkan keadilan rakyat. (Ads)
Tinggalkan Balasan