Kolaborasi BNPB dan Pemerintah Swiss: Menguatkan Sistem Peringatan Dini Banjir Lahar Gunung Semeru
Laporan: Ninis Indrawati
LUMAJANG | SUARAGLOBAL.COM – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Pemerintah Swiss melalui Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) melaksanakan serangkaian kegiatan penguatan peringatan dini bahaya banjir lahar dingin di Gunung Semeru. Kegiatan ini berlangsung pada 20–24 Januari 2025, dengan tujuan memperkuat sistem mitigasi bencana di wilayah yang rawan terkena dampak bahaya sekunder dari aktivitas gunung api tersebut.
Gunung Semeru, sebagai salah satu gunung api aktif di Indonesia, memiliki potensi besar untuk memicu banjir lahar dingin yang berbahaya, terutama di musim hujan. Warga yang tinggal di sekitar lereng gunung dan sungai yang berhulu dari puncak Semeru menjadi pihak yang paling rentan terhadap ancaman ini.
Kegiatan yang dilakukan meliputi lokakarya, diskusi kelompok terpusat, dan survei lokasi untuk penguatan sistem peringatan dini banjir lahar. Dalam lokakarya tersebut, Direktur Peringatan Dini BNPB, Afrial Rosya, menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam pengelolaan sistem peringatan dini.
“Peringatan dini tidak bisa bekerja sendiri. Integrasi antara instansi pusat dan daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan efektivitas peringatan dini banjir lahar,” ungkap Afrial.
Sementara itu, Constance Jaillet, Program Manager SDC, menyampaikan bahwa Swiss memiliki pengalaman serupa terkait banjir lahar akibat runtuhan material atau debris. Ia menekankan bahwa kerja sama lintas sektor, berbagi data, dan peran aktif dari semua pihak menjadi kunci dalam merespons ancaman banjir lahar.
“Pemantauan harus memberikan waktu lebih lama bagi masyarakat untuk mempersiapkan evakuasi. Banjir lahar tidak boleh dibiarkan menjadi ancaman yang baru diketahui saat sudah terjadi,” ujar Constance.
Sebagai bagian dari penguatan sistem peringatan dini, BNPB dan SDC sepakat untuk membangun sirene sebagai media diseminasi informasi bahaya ke masyarakat. Sirene ini dianggap penting untuk memberikan peringatan dini secara cepat karena lahar dingin dapat bergerak lebih cepat dari awan panas. Namun, pemasangan sirene harus mempertimbangkan keberlanjutan, termasuk perawatan alat dan keamanan dari pencurian.
Pada lokakarya penentuan lokasi sirene yang digelar 21 Januari 2025, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lumajang, Patria DH, menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam keberlanjutan program ini.
“Dinamika di masyarakat sangat variatif. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam perawatan alat dan kesiapan merespons risiko sangat krusial,” kata Patria. Ia juga menyoroti perlunya dukungan anggaran, personel yang bertugas memantau peralatan, dan keamanan alat.
Rangkaian kegiatan ini melibatkan berbagai instansi, termasuk BMKG, PVMBG, Kementerian PUPR, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, dan Forum Pengurangan Risiko Bencana Lumajang. Pemantauan banjir lahar dingin akan diperkuat dengan sensor hidrologi dan geologi yang dapat memberikan data real-time.
Selain itu, kepala desa dan masyarakat dilibatkan dalam menentukan lokasi sirene yang strategis dan memastikan keberlanjutan peralatan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesiapsiagaan warga terhadap potensi bencana.
Letusan besar Gunung Semeru pada 2021 menjadi peringatan penting akan dampak destruktif bencana alam di wilayah tersebut. Saat itu, 64 orang meninggal dunia, dan lebih dari 10.000 orang terpaksa mengungsi. Sementara pada 2023, banjir lahar merusak infrastruktur seperti jembatan dan rumah.
Dengan kegiatan penguatan peringatan dini ini, BNPB dan Pemerintah Swiss berharap dapat meminimalkan dampak dari bahaya banjir lahar di masa mendatang, melindungi masyarakat, serta membangun sistem yang lebih tangguh dan berkelanjutan. (*)
Tinggalkan Balasan