Membidik Keadilan Substantif: Prof. Deni Yuherawan Dorong Reformasi KUHAP dalam Seminar Nasional di Unisma
Laporan: Ninis Indrawati
BANGKALAN | SUARAGLOBAL.COM — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma) sukses menggelar seminar nasional bertajuk “Reformasi KUHAP: Menyongsong Era Baru Peradilan Pidana yang Progresif dan Berkeadilan” pada Kamis, 24 April 2025. Acara prestisius ini menghadirkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga praktisi hukum.
Seminar yang berlangsung penuh semangat ini menghadirkan tiga pakar hukum terkemuka, yaitu Prof. Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, SH., MS. dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Dr. Sholehuddin, SH., MH., ahli hukum pidana nasional, serta Dr. Prija Jatmika, SH., MS. dari Universitas Brawijaya.
Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Deni Yuherawan menekankan pentingnya reformasi mendasar terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya di fase pra-ajudikasi, yang menurutnya menjadi fondasi keadilan dalam sistem peradilan pidana.
“Koherensi dan kejelasan dalam pra-ajudikasi adalah kunci utama untuk mencapai keadilan substantif dalam sistem hukum kita,” tegas Prof. Deni di hadapan para peserta.
Ia menjelaskan bahwa sistem peradilan pidana nasional dibangun melalui tiga fase krusial: pra-ajudikasi, ajudikasi, dan pasca-ajudikasi.
Pada pra-ajudikasi, Polri menjalankan tugas penyelidikan dan penyidikan atas dugaan tindak pidana.
Pada ajudikasi, Kejaksaan bertanggung jawab dalam proses penuntutan di pengadilan.
Sedangkan pada pasca-ajudikasi, lembaga pemasyarakatan berperan dalam proses pembinaan narapidana.
Prof. Deni menekankan, pemahaman terhadap kerangka hukum yang melandasi kewenangan institusi-institusi tersebut sangat penting untuk menghindari tumpang tindih dan konflik kewenangan.
Ia menguraikan dasar hukum dari masing-masing kewenangan, mulai dari Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), KUHAP, hingga Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Polri memiliki kewenangan penuh untuk menyelidiki dan menyidik seluruh bentuk tindak pidana, termasuk korupsi. KPK diberikan mandat khusus untuk menangani tindak pidana korupsi dari tahap penyelidikan hingga penuntutan. Sedangkan Kejaksaan berwenang untuk melakukan penuntutan dan eksekusi putusan pengadilan,” papar Prof. Deni dengan rinci.
Selain mengupas teori, seminar ini juga menjadi ajang refleksi terhadap tantangan aktual yang dihadapi dalam sistem hukum pidana Indonesia. Para peserta terlibat aktif dalam diskusi, mengkritisi lemahnya perlindungan hak asasi manusia dalam praktik hukum acara pidana saat ini.
Semangat untuk mewujudkan KUHAP yang lebih adaptif, transparan, dan progresif menggema kuat sepanjang acara.
Sebagai penutup, Prof. Deni mengingatkan bahwa momentum reformasi KUHAP harus dimanfaatkan dengan baik untuk membangun peradilan pidana yang menjunjung tinggi prinsip keadilan.
“Reformasi KUHAP bukan sekadar revisi pasal, tetapi pembentukan sistem hukum yang mampu menjawab dinamika zaman dan memperkuat perlindungan terhadap hak-hak masyarakat,” tandasnya.
Seminar nasional ini pun diharapkan menjadi titik awal bagi lahirnya gerakan intelektual yang mendorong perubahan nyata dalam pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.
Tinggalkan Balasan