Desa Grantung Purbalingga Terkenal Dengan Wisata Religi, Inilah Kisah Salah Satu Wali
PURBALINGGA, Beritaglobal.net – Sejarah kedatangan Islam di Pulau Jawa, sangatlah penting untuk diketahui. Mayoritas masyarakat menganggap Wali Sanga adalah tokoh utama yang menyebarkan Islam di Jawa. Berbeda dengan tradisi lisan yang berkembang di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, tepatnya wilayah perdikan Cahyana. Perdikan Cahyana sangat menonjolkan wali-wali yang berkiprah di sana, seperti Syekh Jambukarang, Pangeran Atas Angin, Makhdum Khusen, Wali Prakosa, Syekh Makhdum Cahyana, Mas Pakeh dan Mas Barep.
Untuk memastikan kebenaran bahwa di Kabupaten Purbalingga, khususnya di Desa Grantung Kecamatan Karangmoncol banyak wisata religi, wartawan Beritaglobal.net Kamis, (27/08/2020)menyambangi salah satu makam Wali yakni makam Wali Syaikh Machdum Cahyana.
Kedatangan wartawan Beritaglobal.net disambut oleh juru kunci makam, bapak Imam Reja. Kemudian kami diajak jalan-jalan mengelilingi makam sambil melihat-lihat sekitar makam, dan dalam pejalanan tersebut, juru kunci makam, bapak Imam Reja (77) mengisahkan tentang Syaikh Machdum Cahyana.
Dia menceritakan, Syaikh Machdum Cahyana adalah salah satu cucu dari Sunan Ampel putra dari pangeran Agiyana. Beliau bersama kakak perempuannya pergi untuk melaksanakan umroh ke tanah suci Mekkah, dan dalam perjalananya, beliau berdua singgah di Kasultanan Cirebon.
“Sesampai di Cirebon, kakak perempuan Syaikh Machdum Cahyana akan dipersuntingkan dengan Kasultanan Cirebon, tetapi beliau tidak mau dan akhirnya melarikan diri ke wilayah Timur, dan akhirnya sampailah di desa Grantung,” jelasnya.
Dalam perjalananya, lanjut Imam Syaikh Machdum Cahyana dalam keadaan penuh luka, makanya beliau dijuluki santri gudig karena banyak bekas lukanya. Konon dalam pelariannya, mereka berdua dikejar para tentara Kasultanan Cirebon, dan singgah di suatu tontonan wayang kulit.
“Beliau membaur dengan para penonton yang lain. Namun ada hal yang kontras antara penonton yang lain. Di tontonan tersebut banyak sekali kemaksiatan yang terjadi, seperti judi dadu, pencurian, pelacuran dan kemaksiatan lainnya,” lanjutnya.
Lebih lanjut diceritakan, pada saat bersembunyi di tontonan tersebut, beliau ditemukan oleh Hulubalang Kasultanan Cirebon, tetapi berhasil lolos. Ini yang menjadi dasar kenapa desa Grantung dan wilayah desa perdikan lainnya dilarang menyelenggarakan tontonan wayang kulit. Berbeda dengan yang dilakukan Sunan Kalijaga.
“Sampai pada akhirnya beliau sampai di wilayah desa Grantung, dan tinggal di wilayah tersebut. Untuk kehidupan keseharian, beliau hidup bertani dan di sela-sela kesibukan beliau sembari memperdalam ilmu agama Islam,” beber Imam Reja.
Menurutnya, beliau berguru kepada Syaikh Machdum Perkasa di desa Pekiringan. Jarak antara desa Grantung dan Pekiringan sekitar 1 km hanya dibatasi oleh sungai Karang.
Singkat cerita, kemudian beliau dinikahkan dengan putri Syaikh Machdum Perkasa. Sayangnya beliau tidak dikaruniai momongan, namun warga desa Grantung keturunan dari Kyai Fakih sahabat beliau dalam mensyiarkan agama Islam.
Syaikh Machdum Cahyana sangat berjasa bagi warga di sini, karena selain mangajarkan tentang pendidikan agama beliau juga seorang ahli dalam bertani. Ini bisa dibuktikan dengan sistem irigasi, di wilayah sini tidak kekurangan bahan makanan terutama beras.
“Petuah- petuah beliau yang sangat dipatuhi warga sekitar adalah dilarang merusak sungai, dilarang menjual nasi, dilarang menjual sirih, dan dilarang menjual kayu bakar,” pungkasnya.
Rencana Pemerintah Desa Grantung
Sementara, Kepala Desa Grantung, Kayono (41) mengatakan, makam Syaikh Machdum Cahyana terbilang paling unik, pasalnya nisannya tidak dari batu melainkan dari kayu Jati yang sudah sangat kuno sekali, dan di sekitaran makam juga ada Mushola, lumbung padi, pendopo, dan tempat wudlu.
“Kami dari pemerintah desa mempunyai rencana jangka panjang maupun menengah yakni ingin memoles tempat tersebut dan membikin wisata taman buah di sekitar makam, supaya warga sekitar bisa berinovasi untuk menarik para peziarah yang datang dengan cara menjual produk unggulan desa seperti Kacang Grantung, Opak Ketan khas Grantung dan masih banyak lagi produk warga kami yang lain,” pungkasnya. (Iwan)
Tinggalkan Balasan