Akibat Tersengat Listrik Saat Bekerja, Buruh Bangunan Terkapar 5 Bulan
Ungaran, beritaglobal.net – Penerapan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek konstruksi, sangatlah penting untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja. Namun, pada proyek konstruksi pada proyek revitalisasi Pasar Boto, di Dusun Krasak, Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, pada akhir tahun 2018 lalu, K3 Konstruksi, diduga tidak diterapkan oleh kontraktor pelaksana.
Tidak diterapkannya K3 Konstruksi pada proyek tersebut, menyebabkan seorang pekerja bernama Sugiyono (35), warga RT 04 RW 01 Dusun Glagah, Desa Reksosari, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, mengalami nasib nahas tersengat aliran listrik PLN.
Saat dikonfirmasi beritaglobal.net, Jumat (29/03/2019) perihal peristiwa nahas tersebut di rumahnya, Sugiyono mengungkapkan, “Kejadian itu, sekitar 5 bulan lalu saat saya kerja di pembangunan Pasar Krasak pada sekitar bulan Oktober 2018 lalu,” ungkap suami dari Ika Rumiyasari (35) dan ayah dari dua orang putra yang masih duduk di bangku SMP serta balita.
Ditambahkan oleh Sugiyono, saat memplester dinding bangunan Pos Penjaga Pasar pada proyek revitalisasi Pasar Boto, dengan menggunakan besi, nahas bagi Sugiyono jika besi yang digunakannya untuk alat memplester dinding menyentuh kabel listrik yang berjarak lebih kurang 1 meter dari lokasi Sugiyono bekerja.
“Habis kesetrum itu, saya jatuh dari atas gedung dengan tinggi lebih kurang 8 meter. Jatuh di tumpukan pasir material proyek, dan itu ditolong oleh rekan – rekan saya seperti Hariyoto dan Arif warga Dusun Slabruk, Desa Bancak, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang dan Santoso,” imbuhnya.
Saat ditanyakan mengenai kondisi kerja dari sisi alat pengaman yang disediakan oleh kontraktor, saat pekerja melakukan pekerjaan di ketinggian, Sugiyono menyampaikan bahwa tidak ada alat perlindungan diri yang dipersyaratkan oleh kontraktor.
“Saat kerja tidak diberikan alat pengaman diri, musibah itu terjadi sekira pukul 11.00 WIB. Dan 1 bulan sehabis terjadinya musibah kami diberi uang sebesar Rp 500 ribu per minggu, namun disampaikan oleh mandor proyek yang mengantar uang, hanya pengganti upah bekerja,” ungkap Sugiyono.
Istri Sugiyono, menambahkan bahwa setelah peristiwa nahas tersebut, suaminya dirawat di RSUD Kota Salatiga selama lebih kurang 11 hari, namun karena tidak ada dukungan biaya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, dan kepikiran anak – anak dirumah, maka suaminya meminta dirawat dirumah.
![]() |
Istri dan dua anak Sugiyono menunggunya dengan setia di samping tempat tidur. |
Selain tidak adanya perhatian dan pemenuhan janji dari perusahaan kontraktor tempat dulu Sugiyono bekerja, aparatur desa tempat tinggal Sugiyono pun terdiam seribu bahasa.
Secara terpisah, Direktur LBH ICI Jateng melalui humas Muhamad Nuraeni menyampaikan penyesalannya atas sikap ‘pembiaran’ dari kontraktor serta aparat desa, Sugiyono. Dan lebih penting lagi pengawasan terkait K3 pada proyel konstruksi pemerintah selama ini sangat minim dijalankan.
“Kami sesalkan apa yang terjadi pada Pak Sugiyono, pembiaran dari kontraktor dan seolah tidak ada tanggung jawab. Karena hal ini menurut kami murni kecelakaan kerja. Lebih – lebih aparat desa tempat dia tinggal, juga tidak ada perhatian dan upaya membantu pengobatan,” ujar Bang Nur sapaan akrab Muhamad Nuraeni kepada beritaglobal.net.
“Kami akan berupaya mendampingi penyelesaian masalah ini, serta merencanakan mengadakan penggalangan dana untuk pengobatan Sugiyono,” tandas Bang Nur. (Khamim)
Tinggalkan Balasan