Prediksi 2050 Semarang Tergenang: Climate Strike, Aksi Untuk Selamatkan Lingkungan Dari Ancaman Krisis Iklim

Aksi Climate Strike di Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia, Jumat (29/11/2019). (Foto: dokumen greenpeace.org)

Semarang, beritaglobal.net – Aksi long march dilakukan oleh sejumlah aktivis peduli lingkungan di beberapa kota besar di Indonesia, menjadi bagian dari aksi #JedaUntukIklim (climate strike), Jumat (29/11/2019).

Ratusan pemuda dari berbagai komunitas peduli lingkungan di Kota Semarang, berkumpul di Tugu Muda pada Jumat (29/11/2019) sekira pukul pukul 07.00 WIB pagi, mereka melakukan _longmarch_ ke Balai Kota Semarang. Di muka Balai Kota, warga melakukan pentas teatrikal tentang ancaman krisis iklim. Selanjutnya, beberapa orang remaja, perwakilan generasi muda Semarang, akan menyampaikan surat kepada Wali Kota, berisi permintaan adanya kebijakan kongkrit di lingkup Kota Semarang sebagai bagian dari upaya mengerem laju krisis iklim.

Menurut Ellen Nugroho selaku koordinator aksi di Kota Semarang kepada beritaglobal.net, Jumat (29/11/2019) dalam releasenya menyatakan, tak ada waktu bersantai, menurut International Panel on Climate Change (IPCC), tinggal tersisa sekitar sepuluh tahun lagi untuk menentukan apakah kita bisa mencegah suhu Bumi tidak naik melampaui 1,5°C dibanding masa pra-industri.

Baca Juga:  Polsek Sidorejo Laksanakan Operasi KRYD,untuk meminimalisir gangguan kamtibmas di Bulan Ramadhan

“Apabila batas itu terlewati, umat manusia akan terseret dalam pusaran bencana alam yang sulit dihentikan lagi. Partisipasi semua pihak dibutuhkan, sebab saat ini kenaikan suhu global sudah sekitar  1,1 °C,” ungkap Ellen.

Berbagai Riset Tentang Krisis Iklim

Riset – riset terbaru tentang krisis iklim dan lingkungan ibarat sirine tanda bahaya telah dibunyikan makin keras. Para peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bulan Agustus 2019 lalu menyampaikan prediksi tahun 2040 Pulau Jawa bakal kehilangan hampir semua sumber air bersih. “Kita yang tinggal di Jawa akan kesulitan mendapat air, bahkan sekadar untuk minum,” imbuhnya.

Akhir Oktober 2019, organisasi nirlaba Climate Central merilis model peta dunia yang menunjukkan prediksi kota mana saja yang akan terdampak kenaikan air laut dan rob pada tahun 2050. Menurut prediksi ini, seluruh atau sebagian besar kawasan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara, Semarang Timur, Genuk, dan Pedurungan diduga akan berada di bawah permukaan air laut atau mengalami rob.

Baca Juga:  Ketua Fraksi PPP DPRD Kabupaten Semarang, Zainudin : Bantuan Wastafel Portable di Pasar - Pasar Agar Masyarakat Selalu Terapkan PHBS

“Banyak fasilitas publik dan situs historis-kultural kita termasuk di dalamnya, seperti bandara Ahmad Yani, Kota Lama, klenteng Tay Kak Sie, Masjid Agung, dan Lawang Sewu,” terang Ellen menjelaskan paparan Climate Central.

Upaya Pengendalian

Peserta aksi mengajukan beberapa opsi yang dapat diupayakan untuk mencegah Semarang tenggelam pada pemerintah dan masyarakat Kota Semarang, diantaranya:

1. Menurunkan emisi karbon, yakni mengurangi, mengganti, atau menghentikan pemakaian bahan bakar fosil, antara lain dengan mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke moda transportasi umum yang lebih hemat emisi.

2. Melakukan penghijauan secara agresif, baik dengan menanam lebih banyak pohon maupun merawat kelestarian daerah hijau, khususnya mencegah alih fungsi kawasan hutan menjadi pemukiman atau industri.

Baca Juga:  Pj. Gubernur Jawa Timur Serahkan SK PPPK Tahun 2023 di Gedung Graha UNESA

3. Mengendalikan laju pertambahan penduduk.

4. Memperbaiki edukasi masyarakat, khususnya untuk meningkatkan kesadaran lingkungan.

5. Meningkatkan standar soal bangunan dan gaya hidup hemat energi.

6. Mengerem penambahan bangunan atau gedung baru, terutama yang massif, agar tanah Semarang tidak makin turun.

7. Mengendalikan emisi karbon industri yang sudah ada dan mengerem penambahan industri baru apalagi yang boros emisi (misalnya berbahan bakar batu bara) atau yang mengorbankan kawasan hijau.

“Menghadapi krisis iklim, pemerintah Semarang tidak boleh lagi membuat kebijakan hanya dengan berpikir jangka pendek atau berorientasi pada keuntungan materiil-ekonomis saja. Masyarakat sendiri harus terus berupaya beralih dari gaya hidup boros energi ke hemat energi. Ini bukan kerja mudah, tapi mau tidak mau harus kita upayakan bersama-sama jika kita masih ingin Semarang punya masa depan,” pungkas Ellen. (KRS/OKT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!