Sekolah Rusak Bukan Karena Murid Sedikit, Warga Desak Aturan Bantuan Pendidikan Direvisi

JAKARTA | SUARAGLOBAL.COM – Kritik terhadap aturan bantuan pendidikan kembali menyeruak ke permukaan. Sejumlah warga menilai kebijakan pemerintah yang masih mensyaratkan jumlah murid sebagai acuan utama pemberian dana perbaikan sekolah tidak adil dan cenderung diskriminatif. Mereka mendesak DPR RI, khususnya Komisi X, agar segera mengubah regulasi tersebut sehingga semua sekolah dapat memperoleh perlakuan setara, (16/08/25).

Sorotan itu mencuat dari pengalaman beberapa sekolah dasar di daerah, salah satunya di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Meski sudah tiga kali mengajukan proposal bantuan perbaikan bangunan, sekolah tersebut terus ditolak dengan alasan jumlah murid tidak memenuhi syarat administrasi.

Baca Juga:  Sentuhan Kasih di Pendopo: Komitmen Nyata Sampang untuk Anak Disabilitas

“Sekolah rusak itu bukan karena muridnya sedikit. Anak-anak yang bersekolah di sana tetap berhak belajar dengan aman dan nyaman,” tegas Arnina Risnidar, S.M., perwakilan warga yang turut menyuarakan aspirasi ini.

Program PIP Juga Disorot

Selain masalah infrastruktur sekolah, masyarakat juga menyoroti aturan penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP). Banyak anak, terutama di daerah, gagal menerima bantuan hanya karena alamat yang tertera di Kartu Keluarga (KK) berbeda dengan alamat sekolah. Padahal, mereka aktif bersekolah dan jelas membutuhkan dukungan biaya pendidikan.

Baca Juga:  Tim SAR Sisir Sungai Jagir, Pencarian Pria Tenggelam Masih Nihil

“Yang paling penting itu anaknya sekolah. Jadi PIP harus cair tanpa mempersoalkan alamat. Jangan sampai anak gagal dapat bantuan gara-gara masalah administrasi,” lanjut Arnina.

Keadilan Pendidikan Harus Menyentuh Semua Anak

Masyarakat menegaskan bahwa keadilan pendidikan tidak boleh ditentukan semata-mata oleh angka jumlah murid atau kelengkapan berkas administratif. Pendidikan yang layak adalah hak seluruh anak bangsa, baik mereka yang bersekolah di kota besar dengan ribuan siswa maupun di desa terpencil dengan jumlah murid terbatas.

“Sekolah kecil bukan berarti mimpi kecil. Pendidikan layak itu hak, bukan hadiah,” tegas Arnina dengan nada penuh harap.

Baca Juga:  Gibran Center Bertransformasi Menjadi Organisasi Pemberdayaan Ekonomi, Fokus pada UMKM dan Digitalisasi

Harapan pada DPR dan Pemerintah

Melalui kritik ini, warga berharap Komisi X DPR RI, khususnya Anggota Fraksi PKS Reni Astuti, S.Si., M.PSDM, dapat memperjuangkan revisi aturan bantuan pendidikan. Harapannya, pemerintah segera memperbaiki mekanisme penyaluran dana perbaikan sekolah maupun program PIP agar lebih adil, inklusif, dan berpihak pada kebutuhan nyata.

“Pendidikan seharusnya menyatukan, bukan memisahkan. Setiap anak di Indonesia berhak belajar dengan aman, nyaman, dan setara, tanpa terkendala aturan yang justru menyulitkan,” pungkas Arnina. (NI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!