“Wisanggeni Krido” Semalam Suntuk: Dua Dalang Satu Panggung Meriahkan Sedekah Bumi di Tulakan Ngawi

Laporan: Budi Santoso

NGAWI | SUARAGLOBAL.COM – Ribuan warga memadati Lapangan Pungkuk, Desa Tulakan, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Jumat malam (22/8/2025). Mereka berbondong-bondong hadir untuk menyaksikan pergelaran wayang kulit semalam suntuk dalam rangka tradisi sedekah bumi, sebuah ritual budaya yang masih lestari di wilayah pedesaan Ngawi.

Acara yang menjadi wujud syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa ini tampil istimewa. Dua dalang kondang dari Surakarta, Ki Aang Wiyatmoko dan Ki Gede Ariawan, tampil bersama dalam satu panggung membawakan lakon “Wisanggeni Krido”. Pertunjukan ini semakin hidup dengan iringan karawitan Prabancono dari Surakarta yang menyuguhkan alunan gamelan khas Jawa nan magis.

Ritual Syukur dan Pelestarian Budaya

Tradisi sedekah bumi atau yang dikenal juga dengan sebutan Sadranan Jumah Legen ini rutin digelar masyarakat Desa Tulakan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas limpahan rezeki, kesehatan, dan kebersamaan. Tahun ini, momentum sedekah bumi terasa makin semarak karena bertepatan dengan perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.

Baca Juga:  Polres Ngawi Berhasil Amankan Dua Pelaku Curanmor di Kwadungan

Dalam sambutannya, Kepala Desa Tulakan, Drs. Wiyono, menegaskan pentingnya menjaga kelestarian tradisi warisan leluhur.

“Bersih desa atau sedekah bumi ini jangan sampai terlupakan. Ini adalah warisan budaya Jawa yang sudah turun-temurun. Karena itu, setiap dua tahun sekali kita gelar wayang kulit semalam suntuk sebagai wujud syukur sekaligus melestarikan budaya,” tegas Wiyono.

Ia juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh warga dan panitia yang telah bergotong royong menyukseskan acara, termasuk karang taruna yang menata parkir hingga perangkat desa yang mengoordinasikan jalannya kegiatan.

Baca Juga:  Polres Ngawi Gelar Pengajian dan Doa Bersama Gus Iqdam 'Dekengane Pusat'

Hadirnya Pejabat dan Antusiasme Penonton

Pergelaran budaya ini juga mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hadir dalam acara tersebut Camat Sine Agus Dwi Narimo, Kapolsek Sine Iptu Sutikno, Danramil Sine Kapten Subangit, serta 15 kepala desa se-Kecamatan Sine. Mereka duduk bersama masyarakat menyaksikan pertunjukan yang berlangsung hingga menjelang subuh.

Ribuan penonton memenuhi lapangan, bahkan sebagian rela berdiri di pinggir arena hanya untuk menikmati suguhan pakeliran wayang kulit yang mengisahkan kepahlawanan Wisanggeni.

Kebahagiaan Warga dan Dampak Ekonomi

Selain menjadi sarana hiburan dan pengikat kebersamaan, pergelaran ini juga memberi dampak nyata bagi perekonomian warga. Paryono dan Suhartini, warga Dusun Garit dan Cabean, mengaku senang dengan tradisi yang rutin digelar dua tahun sekali ini.

Baca Juga:  Rutan Salatiga-Polres Salatiga Bersinergi: Wujudkan Keamanan dan Pelayanan Maksimal

“Alhamdulillah, selain sebagai wujud syukur kepada Allah SWT, kegiatan ini juga membawa rezeki bagi warga. Dagangan laris, para juru parkir dari karang taruna juga mendapat tambahan kas. Jadi manfaatnya bisa dirasakan semua,” ungkap Paryono.

Wayang Kulit, Nafas Budaya Jawa di Ngawi

Kemeriahan sedekah bumi di Desa Tulakan menjadi bukti kuat bahwa wayang kulit masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat Jawa. Melalui lakon-lakon klasik yang sarat filosofi, generasi muda diajak untuk tetap mengenal dan mencintai budaya leluhur.

Tradisi ini bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntunan yang memadukan spiritualitas, seni, dan kebersamaan sosial. Desa Tulakan pun kembali menunjukkan bahwa melestarikan budaya bukan hanya menjaga identitas, melainkan juga merajut persaudaraan antarwarga dalam suasana penuh syukur. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!