Ketika Emosi Tak Terkendali: Pria Pecahkan Kaca Rumah Mantan Istri di Blotongan
Laporan: Wahyu Widodo
SALATIGA | SUARAGLOBAL.COM – Aksi mengamuk seorang pria berinisial Snt (31) membuat geger warga Modangan, Blotongan, Salatiga, Senin (16/12) pagi. Mantan penyuluh hukum ini memecahkan kaca jendela rumah mantan istrinya setelah tidak bisa masuk ke rumah. Insiden ini mengungkap kisah menyedihkan perjuangan seorang mantan mahasiswa berprestasi yang kini menyandang status Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Menurut keterangan warga, Snt tiba di rumah mantan istrinya sekitar pukul 05.00 pagi. Sang mantan istri, yang enggan disebutkan namanya, menyatakan bahwa kejadian tersebut berawal dari amarah Snt saat pintu rumah dalam keadaan terkunci.
\”Biasanya dia datang untuk melihat anak-anaknya, tapi kali ini berbeda. Dia marah saat pintu dikunci dan langsung memecahkan kaca jendela. Kami ketakutan dan segera meminta bantuan perangkat kelurahan,\” ujar sang mantan istri.
Diketahui, Snt adalah lulusan Fakultas Hukum yang meraih gelar Sarjana Hukum (SH) pada 2017. Namun, gangguan kejiwaannya mulai terlihat saat dirinya menyelesaikan skripsi. Setelah sempat bekerja sebagai penyuluh hukum di Kabupaten Boyolali, gangguan ini semakin memburuk seiring waktu.
Gangguan kejiwaan Snt diketahui kerap kambuh saat ia menghadapi tekanan berat. Kondisi ini juga menjadi salah satu alasan perceraian dirinya dengan sang istri pada Juli lalu, setelah keduanya dikaruniai dua orang anak.
\”Ia sempat membaik, tapi sering kambuh lagi jika ada pikiran berat. Saya sudah mencoba sabar merawatnya, tapi akhirnya tidak kuat lagi,\” ungkap mantan istrinya dengan nada sedih.
Setelah kejadian, keluarga segera melaporkan insiden tersebut ke perangkat kelurahan. Petugas gabungan dari Babinsa dan Bhabinkamtibmas bersama tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) dan pihak Puskesmas langsung bertindak.
Snt akhirnya berhasil diamankan di pendopo dekat rumahnya. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, ia dievakuasi ke rumah singgah di Ngawen sambil menunggu penjemputan oleh keluarganya.
Pihak keluarga Snt diharapkan dapat memberikan perawatan dan pengawasan lebih intensif untuk meminimalkan risiko gangguan serupa di masa depan.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya perhatian terhadap individu dengan gangguan jiwa, khususnya mantan pasien yang kerap menghadapi stigma sosial. Masyarakat juga diimbau untuk lebih peduli terhadap kondisi psikologis orang-orang di sekitar mereka, serta melaporkan jika ada indikasi bahaya agar segera mendapatkan penanganan.
“Kami akan terus memantau kondisi Snt, dan jika diperlukan, kami siap membantu proses rehabilitasi lanjutan,\” ujar petugas TKSK setempat.
Perjalanan hidup Snt adalah pengingat tragis bahwa kesehatan mental memerlukan perhatian yang sama seriusnya dengan kesehatan fisik. (*)
Tinggalkan Balasan