Aksi Bejat Berhasil Dibongkar: Polda Jatim Ungkap Kasus Pencabulan Oleh Tokoh Agama di Blitar, Empat Anak Jadi Korban
Laporan: Ninis Indrawati
SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil mengungkap kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang tokoh agama di Blitar, (16/07/25). Pelaku berinisial BBH (67), warga Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, telah ditangkap dan ditahan sejak 11 Juli 2025.
Kasus ini menarik perhatian luas publik karena pelaku dikenal sebagai tokoh agama berpengaruh di komunitasnya. Dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Jawa Timur, hadir pula perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) PPA, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, didampingi Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan bahwa kasus ini menjadi sorotan karena keterlibatan pelaku yang selama ini memiliki citra sebagai pemimpin spiritual.
Kronologi dan Modus Kejahatan
Kombes Pol Widi Atmoko mengungkapkan, aksi bejat BBH berlangsung dalam kurun waktu 2022 hingga 2024. Korban berjumlah empat anak, yang merupakan anak dari seorang pelapor. Mereka pernah tinggal di lingkungan tempat ibadah tempat pelaku melayani.
“Pelaku diduga melakukan pencabulan di sejumlah lokasi, seperti ruang kerja, kamar, ruang keluarga, homestay, hingga kolam renang,” jelas Widi.
Modus pelaku adalah mendekati anak-anak lewat kegiatan sosial, seperti mengajak berenang dan berjalan-jalan. “Tidak ditemukan unsur iming-iming hadiah dalam tindakan pelaku,” tambahnya.
Dari hasil penyidikan, polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya dokumen identitas korban dan pelapor, serta bukti transaksi masuk kolam renang yang menjadi tempat aksi pencabulan dilakukan.
Pelaku dijerat dengan Pasal 82 jo. Pasal 76E UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda hingga Rp5 miliar.
Pendampingan dan Perlindungan Korban
Asisten Deputi dari KemenPPPA, Ciput Eka Purwiyanti, menyampaikan apresiasi terhadap langkah cepat Polda Jatim dalam menangani perkara ini. Ia menekankan pentingnya perlindungan bagi korban mengingat dampak psikologis yang ditimbulkan.
“Para korban saat ini berada dalam perlindungan LPSK dan mendapatkan pendampingan intensif,” tegasnya.
Ciput juga menekankan pentingnya pendekatan humanis selama proses hukum. “Penyidikan dan persidangan harus dilakukan tanpa mempertemukan korban dengan pelaku, demi menjaga kesehatan mental anak-anak tersebut,” katanya.
Ia berharap proses restitusi terhadap korban dapat segera dilengkapi dalam berkas perkara. “Kekerasan seksual berbasis relasi kuasa, terlebih oleh tokoh agama, membuat banyak korban takut berbicara. Bahkan sering kali, orang tua pun enggan percaya saat anak mengadu,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengimbau agar masyarakat lebih peduli dan tidak meragukan pengakuan anak-anak. “Jangan menstigma korban. Mereka butuh dukungan, bukan tuduhan,” katanya.
Ajakan Kepada Media dan Masyarakat
KemenPPPA mengajak media massa untuk memberitakan secara mendidik dan tidak mengeksploitasi identitas serta privasi korban.
“Kami membuka layanan pengaduan 24 jam di nomor 129 atau WhatsApp 081 129 129, bagi masyarakat yang ingin melaporkan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Ciput.
Polda Jawa Timur juga menyatakan komitmen mereka untuk mengawal proses hukum sampai tuntas. Penyidik masih mendalami sejumlah alat bukti, termasuk bukti elektronik. Polisi yakin perkara ini telah cukup kuat untuk segera dilimpahkan ke tahap penuntutan.
Kasus ini menjadi peringatan serius mengenai pentingnya pengawasan terhadap lingkungan anak serta kewaspadaan terhadap pelaku kekerasan seksual yang bersembunyi di balik figur keagamaan.
Kerja sama antara aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, pendamping korban, dan masyarakat sipil sangat dibutuhkan agar keadilan dan pemulihan korban dapat diwujudkan secara menyeluruh. (*)
Tinggalkan Balasan