Dari Aroma Nasi ke Revolusi Sawah: Petani Karang Nangka Banyumas Buktikan Padi Organik Lebih Menguntungkan

BANYUMAS | SUARAGLOBAL.COM – Gerakan pertanian organik mulai menampakkan hasil positif di Kabupaten Banyumas. Salah satu yang menjadi pionir adalah Kelompok Tani Karang Nangka di Desa Banjar Anyar, Kecamatan Pekuncen. Mereka membuktikan bahwa metode organik tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga lebih hemat biaya dan mampu menghasilkan panen berkualitas tinggi.

Ketua kelompok, Purboyo (55), mengungkapkan perjalanan kelompoknya pada Minggu (10/08/25). “Awalnya cuma satu orang, lalu jadi enam, dan sekarang sudah ada 12 petani dengan lahan organik total 12 hektare,” ujarnya. Para petani ini tak hanya menanam padi, tetapi juga membudidayakan tanaman hortikultura.

Cerita unik datang dari Haji Thohir (67), yang tertarik bertani organik setelah mencicipi nasi dari beras pemberian Purboyo. “Awalnya si Pung (sapaan Purboyo) ngasih istri saya 2 kilogram beras. Waktu dimasak di magic com, aromanya beda. Pulang dari sawah, saya cari-cari sumber aromanya, ternyata dari nasi itu,” kenangnya. Menurutnya, rasa nasi organik lebih empuk, pulen, dan mengenyangkan meski dimakan sedikit tanpa lauk.

Baca Juga:  Telkom Witel Sumut Dorong Digitalisasi Pendidikan di SMK Muhammadiyah 10 Kisaran

Keunggulan pertanian organik di Karang Nangka juga terletak pada inovasi pupuk. Purboyo menggunakan pupuk cair dari sisa air kolam lele fiber yang ia budidayakan di belakang rumah. Awalnya, ia hanya mencoba menyiramkan air kolam ke sawah. Hasilnya, tanah menjadi gembur, bebas gulma, dan panen meningkat. Dari lahan sekitar 7.000 meter persegi, ia mampu menghasilkan 4 ton gabah kering panen—naik signifikan dari rata-rata 3 ton pada metode konvensional.

Baca Juga:  Kasdam V/Brawijaya Tinjau Pembangunan Rutilahu TMMD di Sampang

Rendemen gabah organik pun lebih tinggi. Dari 50 kg gabah kering giling, Purboyo mendapatkan 35 kg beras dan 5 kg bekatul. “Saya semakin mantap menjalankan pola pertanian organik yang dipadukan dengan budidaya ikan lele,” tegasnya.

Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Dua musim terakhir, para petani harus menghadapi serangan hama tikus yang merusak lahan. Bersama Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dinas Pertanian Banyumas, mereka terus mencari cara membasmi hama tanpa meninggalkan prinsip organik. “Meski ada serangan, kami tetap panen. Hasilnya memang turun, tapi tetap lebih baik daripada perkiraan,” tambah Purboyo.

Baca Juga:  Grand Opening Mitra10 Madiun: Toko Ke-55, Belanja Bahan Bangunan Kini Lebih Mudah

Keberhasilan pola pertanian terpadu di Desa Banjar Anyar tak lepas dari peran komunitas Sundul Wawu. Komunitas ini membimbing petani mengembangkan kolam lele dengan model kolam bulat Bagong. “Kami ingin membantu petani tidak hanya bergantung pada padi, tapi juga punya sumber penghasilan lain,” kata Bandi (52), pengurus komunitas asal Desa Pajerukan, Kecamatan Kalibagor.

Dengan kerja sama, inovasi, dan semangat kembali ke alam, Kelompok Tani Karang Nangka membuktikan bahwa pertanian organik bukan hanya tren, tapi solusi masa depan bagi pertanian Banyumas. (Agus S/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!