Ki Ageng Giring, Dalam Cerita Masyarakat Desa Gumelem Sebagai Bagian Dari Cerita Kebesaran Mataram Islam

Gapura menuju pemakaman Ki Ageng Giring di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. (Foto: Dok. pribadi/Iwan)

Banjarnegara, beritaglobal.net – Kerajaan Mataram Islam
dibawah kepemimpinan Panembahan Senopati menjadikan wilayah kerajaan tersebar
hingga hampir di seluruh pulau Jawa. Salah satu bagian sejarah dari kebesaran
kerajaan Mataram adalah Desa Gumelem yang saat ini ada di wilayah Kecamatan
Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Desa Gumelem, menurut legenda yang diyakini
masyarakat setempat, berasal dari kata ‘Kemelem’, yang berarti hanyut terbawa
arus sungai.
“Kemelemnya para pengikut Ki Ageng Giring, yang melakukan
perjalanan dari Desa Selomerto setelah berpisah dengan putrinya Dewi Nawangsari
ke arah timur, melintasi beberapa daerah yang nantinya diberi nama sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh Ki Ageng Giring,” seperti dituturkan oleh Sujeri
selaku Juru Kunci Petilasan Ki Ageng Giring di Bukit Girilangan, Desa Gumelem,
Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, kepada beritaglobal.net, Selasa
(24/03/2020).
Menghilangnya Ki Ageng Giring di bukit Girilangan, diketahui
oleh para pengikutnya karena mengingat pesan Ki Ageng Giring. “Bila tandu yang
kalian pikul semakin berat, letakkan saja, jangan dibawa. Setelah para pengikut
Ki Ageng Giring terasa berat, maka para pengikut beliau meletakkan tandu dan
bermaksud melihat kondisi Ki Ageng Giring,” jelas Sujeri.
Kisah menghilangnya raga Ki Ageng Giring, mendorong salah
satu pengikutnya untuk pergi ke Desa Selamerta, dengan maksud untuk melaporkan
kejadian ini ke putri Ki Ageng Giring, Dewi Nawangsari. Namun setibanya di
pertapan Dewi Nawangsari di bawah pohon elo di tepi sungai Sapi, pengikut Ki
Ageng Giring tidak dapat menemukan Dewi Nawangsari yang juga ikut moksa. Di
tempat tersebut hanya tertinggal Bogem (tempat untuk kinang-red), yang akhirnya
tempat tersebut diberi nama Bogem.
”Pada saat akan wafat, Ki Ageng Giring telah berpesan kepada
para penderek (pengikut-red). Nek mangke dumudi kasedan jati (kematian-red)
gawanen layonku maring arah kidul wetan, sucenono layonku neng sumur Kademangan
Beji, sarehno layonku neng gunung Girilangan,” ucap Sujeri menirukan pesan Ki
Ageng Giring yang telah dia terima cerita tersebut secara turun temurun.
Keberadaan area pemakaman Ki Ageng Giring, hingga kini masih
banyak didatangi peziarah dari berbagai wilayah. Disampaikan pula oleh Sujeri,
jika para peziarah, akan dimanjakan oleh keberadaan pemandian air panas di
bawah bukit.
“Setelah ziarah kemakam Girilangan bisa dimanjakan pemandian
air panas yg berjarak lebih kurang 500 meter dari komplek makam,” imbuhnya.
Dilanjutkan oleh Sujeri, bahwa wilayah Desa Gumelem, sebagai
hadiah dari Raja Mataram pada abad ke XVI kepada salah satu punggawa kerajaan
bernama Uda Kusuma, yang telah setia merawat dan menjaga makam Ki Ageng Giring.
Setelahnya, masyarakat di Desa Gumelem dan sekitarnya, masih memegang tradisi
Sadranan Agung untuk memperingati dan menghormati jasa – jasa Ki Ageng Giring.
“Sadranan Agung masih terus kami laksanakan, mas. Setiap
bulan Ruwah, atau sebelum memasuki bulan Ramadhan, kami menyelenggarakan
tradisi Sadranan Agung, yang diisi dengan acara bersih – bersih desa, kenduri
untuk keselamatan warga masyarakat dan kelestarian lingkungan alam,” jelasnya.
Ditandaskan Sujeri, bahwa untuk acara Sadranan Agung tahun
ini direncanakan akan jatuh pada tanggal 20 April 2020 mendatang.
Dukungan Pemkab Banjarnegara
Sementara itu, Cartun selaku Kepala Desa Gumelem Wetan,
menyampaikan bahwa saat ini keberadaan makam Ki Ageng Giring dan pemandian air
panas di wilayahnya, memerlukan sentuhan dari pemerintah Kabupaten Banjarnegara
ataupun pemerintah pusat melalui Kementrian Pariwisata.
“Dengan adanya kondisi makam dan pemandian air panas yang
banyak dikunjungi masyarakat untuk berziarah dan bermunajad, kami berharap ada
dukungan dari pemerintah Kabupaten Banjarnegara ataupun bahkan dari Kementrian
Pariwisata untuk ‘memoles’ tempat itu menjadi lebih layak untuk dijadikan
destinasi wisata alam dan wisata sejarah,” ungkapnya, saat ditemui
beritaglobal.net di Kantor Kepala Desa Gumelem Wetan.
Disampaikan oleh Cartun pula, jika selama ini, perawatan
area makam dan akses menuju pemandian air panas, adalah hasil dari swadaya
masyarakat dan sumbangan sukarela dari para peziarah. Dirinya juga menghimbau
kepada masyarakat setempat untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan, sarana
prasarana yang ada dan juga selalu ramah terhadap semua tamu yang datang untuk
berziarah ataupun mandi di pemandian air panas.
“Kami himbau kepada masyarakat di sekitar pemakaman dan
pemandian air panas, untuk bersama – sama menjaga kelestarian lingkungan,
selalu ramah terhadap setiap tamu yang datang. Karena adanya pemandian air
panas, diyakini telah memberikan manfaat kesehatan oleh orang – orang yang
datang untuk berikhtiar kesembuhan serta kebugaran,” tandasnya.
Pemandian Air Panas Pingit

Kondisi pemandian air panas Pingit, Desa Gumelem Wetan yang masih alami yang diyakini warga sekitar dan pengunjung, airnya dapat menyembuhkan penyakit. (Foto: Dok. pribadi/Iwan)
Keberadaan pemandian air panas di Pingit, Desa Gumelem
Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, tidak dapat dilepaskan dari
kisah legenda pengaruh Ki Ageng Giring. Keberadaan pemandian air panas yang
oleh sebagian besar pengunjungnya memiliki tuah pengobatan, menjadikan daya
tarik tersendiri bagi wisatawan.
“Saya sering ke tempat ini untuk melakukan terapi penyakit
yang saya alami, dan juga saat badan merasa pegal dan linu, saya sering ke
sini. Alhamdulillah sembuh, karena ini kan juga air yang mengandung belerang,
jadi bagus juga untuk pengobatan penyakit kulit,” ujar Kuswadi (43), salah satu
pengunjung asal Purbalingga.  (Iwan
Setiawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!