Konflik Proyek Kanopi, Dua Orang Jadi Tersangka
Laporan: Yudi
SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Sebuah proyek pembangunan kanopi yang awalnya dibangun atas dasar kerja sama, kini berubah menjadi ajang konflik hukum. Dua orang pria berinisial D dan H resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) atas dugaan tindakan perusakan fasilitas rumah milik rekan kerja mereka, (09/05/25).
Penetapan status tersangka ini didasarkan pada Laporan Polisi Nomor: LPP/353/IV/2025/SPKT POLDA JATIM, yang diterima pada 19 April 2025. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal (Wakasat Reskrim) Polrestabes Surabaya, Kompol Rahmat Aji Prabowo, dalam keterangannya kepada media menyebutkan bahwa proses hukum terhadap keduanya telah memasuki tahap penahanan.
“Penetapan tersangka dilakukan pada tanggal 8 Mei 2025. Keduanya kami tahan dan disangkakan melanggar Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 406 KUHP jo. Pasal 55 KUHP. Ini terkait dugaan tindak pidana kekerasan terhadap barang secara bersama-sama dan perusakan,” jelas Kompol Rahmat.
Awal mula kasus ini terjadi saat antara pelapor dan kedua terlapor menjalin kerja sama dalam pengerjaan proyek kanopi di sebuah properti milik pelapor. Namun, di tengah perjalanan, kerja sama tersebut mengalami keretakan dan akhirnya diputus sepihak oleh pihak D dan H.
Konflik yang semula hanya berupa perbedaan pendapat kemudian meningkat drastis. D dan H diduga melakukan perusakan terhadap plafon dan fasilitas lain di dalam rumah pelapor, yang menjadi lokasi proyek. Akibat kejadian ini, pelapor mengalami kerugian materiil dan merasa tidak aman, sehingga melaporkan insiden tersebut ke pihak kepolisian.
Polisi saat ini masih melakukan pendalaman lebih lanjut terhadap kasus ini guna menelusuri apakah ada pihak lain yang turut terlibat dalam tindakan perusakan tersebut. Meski begitu, hingga berita ini diturunkan, belum ada penambahan tersangka.
Dalam kesempatan yang sama, pihak kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya para pelaku usaha dan mitra kerja, untuk menyelesaikan segala bentuk perselisihan secara damai. Mengambil jalur hukum seharusnya menjadi pilihan terakhir, dan tindakan main hakim sendiri hanya akan memperburuk keadaan serta berujung pada sanksi pidana.
“Kami mengajak masyarakat untuk mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan konflik, bukan dengan kekerasan atau perusakan yang melanggar hukum,” tutup Kompol Rahmat. (*)
Tinggalkan Balasan