Koperasi adalah Perjuangan: Warisan Abadi Hatta untuk Rakyat Kecil

OPINI | SUARAGLOBAL.COM — Nama Mohammad Hatta tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kemerdekaan Indonesia. Sebagai proklamator bersama Soekarno, ia dikenal luas sebagai Bapak Bangsa. Namun lebih dari sekadar tokoh politik, Hatta adalah pemikir besar yang membaktikan hidupnya untuk memperjuangkan kedaulatan ekonomi rakyat melalui koperasi.

Koperasi, bagi Hatta, bukanlah sekadar entitas bisnis, melainkan cita-cita moral yang mencerminkan semangat gotong royong bangsa Indonesia. “Koperasi adalah bentuk ekonomi yang sesuai dengan semangat gotong royong bangsa kita,” demikian tulisnya dalam berbagai kesempatan. Sebuah prinsip yang tak datang tiba-tiba, melainkan tumbuh dari akar sejarah, pendidikan, dan pergulatan intelektualnya.

Dari Bukittinggi ke Rotterdam: Menjemput Gagasan

Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi pada 12 Agustus 1902. Ia dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan nilai-nilai integritas. Sejak muda, Hatta sudah menunjukkan ketertarikan mendalam terhadap isu sosial dan keadilan ekonomi.

Pendidikan formalnya di bidang ekonomi ia tempuh di Handels Hoogeschool, Belanda—yang kini dikenal sebagai Universitas Erasmus Rotterdam. Di sana, ia menyelami teori ekonomi klasik dan menyaksikan secara langsung wajah kapitalisme Barat serta kerasnya sosialisme Eropa Timur. Dari pengalaman itulah, Hatta menemukan jalan tengah yang khas: koperasi. Bagi Hatta, koperasi bukan hanya alternatif, tetapi solusi yang sejalan dengan karakter bangsa Indonesia.

Baca Juga:  Bermodus Debt Collector: Tarik Paksa dan Gelapkan Motor, Tiga Premanisme Jalanan Diamankan Satgas Aman Candi 2025 di Slawi 

Koperasi sebagai Gerakan Moral, Bukan Ekonomi Elitis

Mohammad Hatta dengan tegas menolak sistem ekonomi yang hanya berpihak pada akumulasi kekayaan dan kepentingan elite. Ia memandang koperasi sebagai bentuk perjuangan sosial yang mampu memberikan akses keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat kecil.

Koperasi dalam pandangan Hatta harus bersifat demokratis, sukarela, dan mampu mendistribusikan hasil usaha secara adil. Ia menganggap koperasi sebagai alat untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kolonialisme ekonomi dan ketergantungan terhadap modal besar.

“Dalam koperasi, setiap orang bukan hanya pekerja atau pelanggan, tetapi juga pemilik,” ujar Hatta. Inilah bentuk ekonomi yang tidak mengejar keuntungan pribadi, melainkan kesejahteraan bersama.

Baca Juga:  Terungkap! Motif Pengeroyokan di Banyuputih: Tuduhan Maling Picu Amarah Warga, 7 Tersangka Diamankan Polisi

12 Juli 1953: Puncak Perjuangan, Lahirnya Hari Koperasi

Puncak perjuangan Hatta tercermin pada 12 Juli 1953, ketika Kongres Koperasi Nasional menetapkan Hari Koperasi Indonesia. Pada saat itu pula, Hatta secara resmi dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Dalam pidatonya yang ikonik, ia menegaskan bahwa koperasi bukan sekadar strategi teknokratis, tetapi ekspresi nilai-nilai luhur kebangsaan seperti keadilan, musyawarah, dan gotong royong.

Dalam buku terkenalnya, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Hatta memaparkan koperasi sebagai jembatan antara kapitalisme yang liberal dan sosialisme yang ekstrem. Ia mengusulkan sistem ekonomi yang khas Indonesia berlandaskan moral, bukan hanya hitungan pasar.

Perjuangan Melawan Arus Deras Kapitalisme

Perjalanan gagasan koperasi Hatta tidak mulus. Di tengah derasnya arus kapitalisme global dan pragmatisme kebijakan ekonomi, koperasi sering dipandang sebelah mata. Dukungan politik dan kebijakan pun acap kali setengah hati. Namun, Hatta tidak pernah menyerah.

Di berbagai forum, dari ruang parlemen hingga kampus, ia terus menyuarakan pentingnya koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan. Yang membuatnya berbeda: ia hidup sebagaimana yang ia ajarkan. Sederhana, bersahaja, dan menolak kekayaan pribadi. Bahkan setelah tidak lagi menjabat, ia tetap hidup dalam semangat pengabdian.

Baca Juga:  Kapolres AKBP Veronica Tinjau Museum Benteng Hock: Jejak Sejarah Polisi Menjadi Ikon Baru Kota di Salatiga 

Warisan Abadi untuk Bangsa

Mohammad Hatta wafat pada 14 Maret 1980. Namun semangatnya terus hidup dalam denyut nadi ribuan koperasi yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Setiap peringatan Hari Koperasi, namanya selalu disebut dengan penuh hormat sebagai pelopor ekonomi yang berpihak pada rakyat.

Kini, di tengah era ekonomi digital dan globalisasi, gagasan Hatta tentang koperasi kembali menemukan relevansinya. Dunia menyaksikan bangkitnya ekonomi berbasis komunitas, usaha bersama, dan solidaritas sosial semangat yang telah ditanamkan Hatta puluhan tahun silam.

Lebih dari sekadar Bapak Koperasi, Mohammad Hatta adalah pelopor etika ekonomi bangsa. Ia memberi bangsa ini tidak hanya kemerdekaan politik, tetapi juga warisan jalan menuju kemerdekaan ekonomi yang adil, bermartabat, dan berakar pada nilai-nilai kebangsaan. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!