Menjaga Kondusivitas Ramadhan: Polres Semarang Ungkap Kasus Premanisme, Judi, dan Asusila
Laporan: Wahyu Widodo
UNGARAN | SUARAGLOBAL.COM – Menjelang bulan suci Ramadhan 1446 H/2025, Polres Semarang menggelar konferensi pers pada Jumat, 21 Februari 2025, guna menyampaikan hasil kegiatan cipta kondisi di wilayah Kabupaten Semarang. Bertempat di Aula Condrowulan Polres Semarang, konferensi ini dipimpin langsung oleh Kapolres Semarang, AKBP Ratna Quratul Ainy, S.I.K., M.Si., didampingi Kasat Reskrim, Kasat Narkoba, dan Kasi Humas Polres Semarang.
Dalam keterangannya, AKBP Ratna menegaskan bahwa Polres Semarang telah melakukan berbagai upaya preemtif untuk menciptakan situasi yang kondusif. Upaya tersebut mencakup kegiatan sambang Kamtibmas ke tokoh masyarakat dan agama, program Police Goes to School untuk menekan perilaku menyimpang di kalangan pelajar, serta program Jumat Curhat yang dilaksanakan serentak oleh seluruh jajaran Polres Semarang.
“Dengan kegiatan rutin yang dioptimalkan, Polda Jawa Tengah sejak 20 Januari hingga 20 Februari 2025 telah melaksanakan kegiatan cipta kondisi Kamtibmas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1446 H. Polres Semarang sendiri turut serta dengan menggelar kegiatan kepolisian secara preemtif, preventif, serta tindakan penegakan hukum. Langkah ini bertujuan menciptakan situasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan,” ujar Kapolres.
Pengungkapan Kasus Kriminalitas
Selain membahas upaya preventif, AKBP Ratna juga mengungkapkan capaian Polres Semarang dalam menangani kasus kriminalitas selama periode Januari hingga Februari 2025. Beberapa kasus yang berhasil diungkap meliputi:
Premanisme: 2 kejadian dengan 2 pelaku diamankan.
Perjudian: 2 kejadian dengan 10 pelaku, menggunakan media kartu domino dan dadu kopyok.
Asusila: 6 kejadian dengan 7 pelaku.
Narkoba: 5 kejadian dengan 9 pelaku serta barang bukti berupa 7,5 gram sabu, 4 butir Alprazolam, dan 190 butir Trihexyphenidil.
Kasus Asusila di Lingkungan Ponpes
Dari enam kasus asusila yang diungkap, dua kasus yang terjadi di lingkungan pondok pesantren menjadi sorotan utama. Kasus pertama terjadi di Ponpes MU, dengan pelaku berinisial CB (60), seorang pengasuh pesantren. CB diduga mencabuli 10 santri laki-laki berusia 13 hingga 17 tahun dengan modus mengiming-imingi korban dengan rokok, hadiah, serta perlakuan istimewa. Aksi bejat ini dilakukan di kamar pelaku maupun asrama korban, dengan alasan meminta dipijat oleh para santri.
Sementara itu, kasus kedua terjadi di Ponpes MH, dengan pelaku berinisial MS (53), yang juga merupakan pengasuh pesantren. Modus yang digunakan serupa dengan kasus sebelumnya, yaitu meminta korban untuk memijat pelaku. Kejahatan ini terjadi pada dua santri perempuan berusia 11 dan 13 tahun, baik di dalam kamar ponpes maupun di dalam kelas saat korban sendirian.
Pendampingan bagi Korban
Menanggapi kasus tersebut, Polres Semarang berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3A dan KB) Kabupaten Semarang, Dinas Sosial, serta Psikologi Forensik RS Ken Saras untuk memberikan pendampingan psikologis bagi para korban. Langkah ini bertujuan untuk membantu proses pemulihan dan rehabilitasi mental mereka.
Di akhir konferensi pers, AKBP Ratna mengapresiasi peran serta masyarakat dalam melaporkan tindak pidana, terutama kasus asusila. Ia menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mencegah bertambahnya jumlah korban serta melindungi generasi muda agar dapat menempuh pendidikan dengan aman dan nyaman.
“Laporkan segera jika menemukan tindakan yang mencurigakan. Kepedulian kita bersama dapat melindungi anak-anak dari tindakan kekerasan dan pelecehan,” tutupnya. (*)
Tinggalkan Balasan