Organisasi Gadungan Anti-Korupsi Dipakai untuk Peras ASN Terbongkar, Dua Mahasiswa Terjerat Hukum

Laporan: Ninis Indrawati

SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur berhasil mengungkap kasus pemerasan dan pengancaman yang melibatkan dua mahasiswa berinisial SH (24) dan SF (26). Keduanya ditangkap karena menggunakan kedok sebagai aktivis organisasi anti-korupsi untuk menekan dan memeras seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Pengungkapan kasus ini disampaikan dalam konferensi pers di Mapolda Jatim oleh Kabid Humas Kombes Pol Jules Abraham Abast, didampingi Dirreskrimum Kombes Pol Widi Atmoko, (24/07/25). Jules mengungkapkan bahwa modus operandi pelaku dilakukan melalui organisasi fiktif yang mereka ciptakan sendiri, yakni Front Gerakan Rakyat Anti Korupsi (FGR).

Modus Berkedok Unjuk Rasa

Kasus ini bermula pada 16 Juli 2025, ketika FGR mengirimkan surat pemberitahuan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Dalam surat tersebut, mereka menyatakan akan menggelar aksi demonstrasi pada 21 Juli 2025, dengan menyasar seorang ASN bernama Haji Aris Agung yang dituduh terlibat korupsi dan perselingkuhan.

Baca Juga:  Diplomasi Keamanan: Polresta Surakarta dan JICA Pererat Sinergi Menuju Polisi Modern

Namun, setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh Subdit Jatanras Polda Jatim, diketahui bahwa FGR bukanlah organisasi resmi dan hanya terdiri dari dua orang: SH dan SF.

“Organisasi ini tidak terdaftar dan tidak punya struktur keanggotaan. Faktanya, hanya dua orang tersangka itu yang mengklaim sebagai aktivis FGR,” ujar Kombes Widi.

Uang Damai Jadi Target Utama

Dalam skenario pemerasan tersebut, pelaku mengancam akan menyebarluaskan tudingan terhadap korban melalui media sosial dan aksi demonstrasi terbuka apabila tidak diberikan uang “damai”.

Puncaknya terjadi pada malam 19 Juli 2025, saat SH dan SF mengatur pertemuan dengan perwakilan korban di sebuah kafe kawasan Ngagel Jaya Selatan, Surabaya. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa korban akan memberikan uang sebesar Rp50 juta guna menghentikan rencana aksi dan pemberitaan isu negatif.

Baca Juga:  Ning Lucy Sambangi Wonokromo: Dorong UMKM, Kuatkan Akar Demokrat Surabaya

Namun, korban hanya membawa uang tunai Rp20.050.000 (dua puluh juta lima puluh ribu rupiah). Polisi yang telah mengintai sejak awal langsung melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di lokasi tersebut.

Barang Bukti dan Jeratan Hukum

Dalam OTT tersebut, aparat mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain:

Uang tunai Rp20 juta

Dua unit telepon seluler milik pelaku

Satu unit sepeda motor

Surat pemberitahuan aksi unjuk rasa

Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 368 juncto Pasal 55 KUHP tentang pemerasan secara bersama-sama, serta alternatif Pasal 369 (ancaman dengan maksud memaksa), Pasal 310 (pencemaran nama baik), dan Pasal 311 KUHP (fitnah), dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun penjara.

Baca Juga:  Bukit Cinta Ngepeh Guncang Adrenalin: Nganjuk Sukses Gelar Seri Pertama Kejuaraan Off-Road Nasional 2025

Imbauan Polisi dan Potensi Korban Lain

Kapolda Jatim mengimbau kepada seluruh masyarakat dan instansi pemerintahan untuk tidak ragu melaporkan kejadian serupa, terutama yang melibatkan tekanan atau ancaman dari pihak yang mengatasnamakan organisasi.

“Kami jamin identitas pelapor aman. Saat ini belum ditemukan keterlibatan pihak lain, tapi kami masih terus mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan adanya korban-korban lain yang belum melapor,” pungkas Kombes Abast.

Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap penyalahgunaan semangat pemberantasan korupsi oleh oknum yang hanya mencari keuntungan pribadi. Polda Jatim menegaskan komitmennya untuk menindak tegas pelaku pemerasan yang berlindung di balik topeng aktivisme. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!