Pemkab Tulungagung Tertibkan Sound Horeg: Aturan Baru, Pelanggar Siap Ditindak, Ini Jelasnya

Laporan: Ninis Indrawati

TULUNGAGUNG | SUARAGLOBAL.COM —Pemerintah Kabupaten Tulungagung bersama jajaran Forkopimda mengambil langkah tegas dalam mengatur penggunaan sound system, khususnya yang dikenal masyarakat dengan istilah sound horeg. Langkah ini bertujuan untuk menjaga ketertiban umum, kenyamanan warga, serta meminimalisir dampak negatif dari penggunaan sound system berdaya tinggi dalam berbagai kegiatan masyarakat.

Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung di pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso pada Kamis (24/7/2027), sejumlah pihak hadir termasuk perwakilan dari Polres, Kodim, Satpol PP, MUI, FKUB, serta OPD dan perwakilan kepala desa. Rakor ini digelar menyusul terbitnya fatwa MUI Jawa Timur dan surat edaran yang telah lebih dulu dikeluarkan oleh Pemkab Tulungagung.

Wakil Bupati Tulungagung, H. Ahmad Baharudin, menyampaikan bahwa regulasi ini tidak melarang masyarakat untuk mengadakan acara, melainkan memberikan batasan agar kegiatan tetap dalam koridor hukum dan norma yang berlaku.

Baca Juga:  Plt. Kapolres Boyolali Kombes Pol Budi Adhy Buono Pimpin Langsung Pengamanan Liga 4 Jawa Tengah, PERSEBI Boyolali Raih Kemenangan Dramatis

“Fatwa dari MUI menjadi dasar kami untuk menertibkan penggunaan sound system. Kita tidak melarang kegiatan, tapi harus tertib dan sesuai aturan,” tegasnya.

Kapolres Tulungagung, AKBP Muhammad Taat Resdi, mengungkapkan bahwa surat edaran yang diterbitkan sejak Agustus 2024 sudah memberikan pedoman teknis mengenai batas maksimal kebisingan.

Dalam revisi terbaru yang dibahas dalam rakor, kegiatan statis seperti konser dan pertunjukan musik dibatasi hingga 125 desibel, sementara kegiatan berjalan atau pawai maksimal 80 desibel.

Tak hanya tingkat kebisingan, pembatasan juga mencakup kekuatan daya. Untuk pawai, maksimal 10.000 watt per kendaraan, sedangkan untuk kegiatan diam di tempat maksimal 80.000 watt. Jumlah subwoofer pun dibatasi, maksimal delapan unit per kendaraan dan harus sesuai dengan dimensi kendaraan pengangkut.

Baca Juga:  Gubernur Lewerissa Tinjau Langsung Lokasi Bencana di Ambon: Prioritaskan Solusi Cepat untuk Warga Terdampak

“Aturan ini juga mengatur waktu penggunaan. Batasnya pukul 24.00 malam, kecuali untuk wayang kulit yang boleh hingga pukul 04.00 pagi,” tambah AKBP Taat.

Lebih jauh, jalur pawai harus mendapatkan persetujuan warga setempat dan diketahui kepala desa. Jika ada pelanggaran terhadap ketentuan ini, aparat gabungan memiliki kewenangan untuk membubarkan acara dan menindak penyelenggaranya sesuai hukum.

Sementara itu, Wakil Ketua MUI Tulungagung, KH. M. Fathurrouf Syafi’i, menegaskan bahwa suara yang berlebihan hingga merusak atau menimbulkan efek negatif hukumnya haram. MUI mendukung penuh regulasi yang diberlakukan pemerintah daerah demi menjaga ketertiban dan moralitas.

Baca Juga:  Psikopat Narsistik di Balik Mutilasi Koper Merah: Hasil Tes Forensik Ungkap Profil Keji Pelaku

“Jika penggunaan sound system menimbulkan kerusakan atau disertai perilaku yang melanggar etika, maka itu jelas tidak diperbolehkan secara syariat,” ujarnya.

Langkah ini disambut positif oleh masyarakat yang selama ini merasa terganggu oleh suara bising dari sound system berdaya tinggi dalam berbagai acara. Diharapkan dengan adanya aturan tegas ini, kegiatan masyarakat dapat tetap berlangsung dengan aman, nyaman, dan tertib tanpa mengorbankan hak orang lain untuk hidup tenang.

Pemerintah Tulungagung menegaskan bahwa aturan ini akan terus disosialisasikan dan diawasi pelaksanaannya, serta terbuka terhadap masukan jika dibutuhkan penyesuaian di masa depan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!