Punden Nyi Sekar Dibaluti Aroma Dupa dan Tembang Jawa: 74 Tahun Reog Kendalen Wiroyudo Menjaga Warisan Budaya Jawa

Laporan: Wahyu Widodo

KAB. SEMARANG | SUARAGLOBAL.COM – Dupa mengepul pelan, mengirimkan aroma harum yang menembus udara pagi. Lirih tembang Jawa mengalun dari sudut-sudut Punden Kali Kembang, tempat yang diyakini sebagai petilasan Nyai Sekar, sang penjaga tradisi. Dalam suasana yang pekat dengan nuansa ritual, warga Desa Jetak berkumpul bukan sekadar untuk merayakan, tetapi menghidupkan kembali denyut budaya yang telah menjadi identitas mereka selama lebih dari tujuh dekade.

Di sinilah peringatan ulang tahun ke-74 Kesenian Kendalen Wiroyudo berlangsung, sebuah pagelaran yang lahir dari rahim desa sejak 1951 dan hingga kini tak pernah kehilangan pesonanya.

Ritual Sakral yang Menghubungkan Masa Lalu dan Kini

Kasi Perencanaan dan Umum Desa Jetak, Sumarno, menuturkan bahwa kegiatan ritual di Punden Kali Kembang bukan hanya hiasan seremoni, melainkan pintu penghubung generasi sekarang dengan perjalanan panjang para sesepuh.

Baca Juga:  Kapolres Salatiga dan Tim Tinjau Kesiapsiagaan Pos Pengamanan untuk Arus Mudik Lebaran

“Ulang tahun ke-74 Kendalen Wiroyudo, dan diadakan ritual di Punden Kali Kembang/Nyai Sekar. Paguyuban mulai tahun 1951 dan pernah juara nasional 1984 di Jakarta. Paguyuban ini dulunya dibina Sunoto Karim sebagai sesepuh. Tujuannya jelas: melestarikan kearifan lokal,” ujar Sumarno.

Sumarno menyebutkan bahwa Reog Kendalen adalah seni yang berkembang bukan hanya dari kreativitas, tetapi dari nilai-nilai spiritual dan kebersamaan masyarakat Jetak. Di masa kejayaannya, Reog Kendalen bahkan mengharumkan nama desa di tingkat nasional pada 1984.

Peringatan Ganda: Hari Jadi Desa dan Ultah Kesenian Reog

Kepala Desa Jetak, Sarinah, menegaskan bahwa peringatan tahun ini menjadi momentum besar bagi warga. Selain merayakan ulang tahun kesenian, Desa Jetak juga memperingati hari jadi desa.

“Kegiatan hari jadi dan ulang tahun Reog Kendalen Wiroyudo yang ke-74 ini harapannya bisa melestarikan seni dan budaya, khususnya di desa kami. Untuk negara juga, karena nguri-uri budaya Jawa sekarang ini sudah mulai punah,” ucap Sarinah saat ditemui di sela acara, Sabtu (15/11/2025).

Baca Juga:  Penyerahan Penghargaan dan Bantuan Oleh Pj. Bupati Bangkalan di Acara Penutupan Masa Jabatan

Dalam balutan busana tradisional, Sarinah tampak semringah. Baginya, perayaan seperti ini adalah ruang penting untuk menanamkan kebanggaan pada budaya sendiri.

Seruan untuk Generasi Muda: Tetap Guyub, Tetap Njawani

Sarinah menambahkan bahwa tradisi tidak akan bertahan tanpa peran aktif kawula muda. Ia menyampaikan pesan hangat sekaligus tajam agar generasi baru tidak tercerabut dari akar budaya.

“Kami berharap kegiatan ini menambah motivasi untuk melestarikan budaya Jawa. Pesan kepada kawula muda: harus semangat, bersatu, guyub rukun, menjalin silaturahmi kekeluargaan demi lestarinya adat budaya Jawa.”

Baca Juga:  HUT RI Ke-78, Korem 073/Makutarama Apel Kehormatan dan Renungan Suci

Menurutnya, anak-anak muda di Dusun Kendal masih memegang kuat nilai-nilai kejawaen. Mereka hadir, terlibat, menari, menabuh, dan merawat tradisi dengan cara yang tak pernah pudar oleh zaman.

“Untuk di Desa Kendal, identitas budaya masih sangat kental. Anak mudanya masih menjaga itu,” tambahnya.

74 Tahun, dan Reog Kendalen Masih Berdenyut

Perayaan ulang tahun ke-74 Kesenian Kendalen Wiroyudo bukan sekadar pesta budaya. Ia adalah penegasan bahwa tradisi tak pernah hilang selama ada yang mempercayai kekuatannya. Punden Kali Kembang kembali menjadi saksi bahwa di Desa Jetak, kesenian bukan hanya dipentaskan, tetapi dihidupi.

Di tengah modernitas yang terus menggerus, suara kendang Kendalen masih bergemuruh, topeng-topengnya masih menari, dan semangatnya masih menyala mewariskan pesan abadi: budaya Jawa hidup selama ada yang mau merawatnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!