Rutan Surabaya Jadi Laboratorium Sosial: Mahasiswa BKI UIN Raden Mas Said Gali Dinamika Pemasyarakatan Lewat KKL
Laporan: Ninis Indrawati
SIDOARJO — Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Surabaya menjadi tempat pembelajaran lapangan bagi para mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL). Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya akademik yang bertujuan memperluas pemahaman mahasiswa terhadap praktik nyata pembinaan narapidana dan tantangan dalam dunia pemasyarakatan.
Rombongan mahasiswa disambut hangat oleh Kepala Seksi Pelayanan Tahanan Rutan Surabaya, Muhammad Ridla Gorjie, yang memberikan sambutan sekaligus pemaparan awal mengenai struktur dan fungsi lembaga pemasyarakatan. Dalam pengarahannya, Ridla menekankan pentingnya pendekatan yang humanis dalam proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP), serta bagaimana bimbingan dan konseling memiliki peran vital dalam mempersiapkan reintegrasi sosial para narapidana.
“Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi institusi pendidikan untuk turut berkontribusi dalam pengembangan sistem pemasyarakatan yang lebih baik, salah satunya melalui kolaborasi seperti ini,” ujar Ridla Gorjie.
Usai sesi pemaparan, para mahasiswa diajak untuk melakukan observasi langsung ke beberapa area dalam lingkungan Rutan Kelas I Surabaya, termasuk blok hunian, ruang kegiatan kerja, dan ruang konseling. Kegiatan ini memberi gambaran nyata mengenai kehidupan sehari-hari para warga binaan serta berbagai program pembinaan yang dijalankan oleh pihak rutan.
Momen interaktif terjadi saat sesi tanya jawab antara mahasiswa dan para petugas rutan. Dalam diskusi ini, mahasiswa mengajukan berbagai pertanyaan mengenai pendekatan konseling yang digunakan, tantangan psikologis yang dihadapi WBP, hingga evaluasi keberhasilan program pembinaan. Tidak hanya itu, mahasiswa juga mendapatkan kesempatan langka untuk melakukan wawancara langsung dengan beberapa warga binaan. Wawancara ini difokuskan pada eksplorasi aspek psikososial seperti pengalaman masa lalu, proses adaptasi di dalam rutan, hingga harapan setelah bebas.
Salah satu mahasiswa peserta KKL, Dwi Lestari, mengungkapkan kesannya, “Kami belajar banyak dari pengalaman ini. Bertemu langsung dengan warga binaan membuat kami lebih memahami bahwa konseling di lapas bukan hanya teori, tetapi juga membutuhkan empati dan pendekatan yang tepat.”
Kegiatan ini bukan sekadar rutinitas akademik, namun juga menjadi bentuk nyata sinergi antara dunia pendidikan tinggi dan lembaga pemasyarakatan dalam membentuk perspektif baru yang lebih inklusif dan ilmiah dalam menghadapi isu-isu sosial, terutama yang berkaitan dengan keadilan restoratif dan rehabilitasi.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan melalui Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenimipas) pun menyambut positif kegiatan semacam ini. Kolaborasi antara lembaga pendidikan dan lembaga pemasyarakatan dinilai strategis dalam memperkuat sistem pembinaan yang lebih adaptif, responsif, dan berbasis keilmuan.
Dengan kegiatan KKL ini, diharapkan mahasiswa tidak hanya mendapatkan wawasan praktis, tetapi juga terdorong untuk menjadi agen perubahan dalam membangun sistem konseling yang lebih manusiawi bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang sedang menjalani masa pidana. (*)
Tinggalkan Balasan