“Salativerse” Menembus Dunia: Santri SMP Salatiga Raih Emas Internasional Lewat Aplikasi Budaya Berbasis AR

Laporan: Wahyu Widodo

SALATIGA | SUARAGLOBAL.COM – Kota Salatiga kembali menorehkan prestasi di kancah dunia melalui salah satu generasi mudanya yang penuh inspirasi. Muhammad Bintang Putra Syarifuddin, seorang santri kelas VIII dari SMP Ruq Al Falah Salatiga, berhasil mengharumkan nama Indonesia dengan meraih medali emas dalam ajang bergengsi World Young Inventors Exhibition (WYIE) 2025 yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 27 Mei hingga 2 Juni 2025.

Bintang tak sendiri. Bersama tiga rekannya, ia menciptakan “Salativerse”, sebuah aplikasi edukatif berbasis teknologi Augmented Reality (AR) yang dirancang untuk memperkenalkan budaya, sejarah, serta kehidupan sosial Kota Salatiga secara interaktif. Inovasi ini tak hanya memikat hati para dewan juri, tetapi juga dinilai memiliki potensi besar dalam mendukung pendidikan digital dan pelestarian budaya lokal.

“Kami melihat banyak teman yang belum tahu tentang kekayaan budaya dan sejarah Salatiga. Maka kami ciptakan aplikasi ini agar mereka bisa belajar secara menyenangkan lewat teknologi AR. Apalagi Salatiga dikenal sebagai kota paling toleran di Indonesia,” jelas Bintang saat diwawancarai pada Selasa (22/7/2025).

Baca Juga:  Aksi Bejat Berhasil Dibongkar: Polda Jatim Ungkap Kasus Pencabulan Oleh Tokoh Agama di Blitar, Empat Anak Jadi Korban

Menembus Persaingan Global

Ajang WYIE 2025 merupakan salah satu kompetisi inovasi paling prestisius di dunia, yang diikuti oleh pelajar dari 15 negara, termasuk Korea Selatan, Qatar, Arab Saudi, Malaysia, Singapura, dan Rusia. Di tengah ketatnya persaingan, Bintang dan timnya sukses mengangkat nilai lokal Salatiga ke level global melalui pendekatan teknologi yang inklusif dan edukatif.

“Salativerse” menggabungkan teknologi AR dengan cerita budaya lokal Salatiga, mulai dari tradisi, bangunan bersejarah, hingga nilai-nilai toleransi yang hidup di tengah masyarakat kota kecil itu. Para pengguna dapat memindai objek melalui kamera dan melihat animasi tiga dimensi yang menjelaskan latar belakang budaya tersebut secara real-time.

Perjalanan dari Daerah Menuju Dunia

Prestasi ini tentu tak diraih secara instan. Bintang memulai perjalanannya dari kompetisi tingkat lokal dan nasional, seperti di Surabaya, Malang, dan Yogyakarta. Setiap tahap menjadi pengalaman berharga yang memperkaya pemahaman mereka terhadap pengembangan teknologi dan penyampaian nilai edukatif secara kreatif.

Baca Juga:  PSI Surabaya Fogging Cegah DBD di Tambaksari

Sang guru pembimbing, Nur Aini Dewi Rahmawati, mengungkapkan bahwa seluruh gagasan berasal dari para siswa sendiri.

“Ini murni ide anak-anak. Kami awalnya hanya punya prototype sederhana. Tapi mereka ingin lebih dari itu. Mereka kembangkan jadi aplikasi berbasis AR yang interaktif. Kami dari sekolah sangat mendukung, baik dari segi waktu, pelatihan, maupun mental,” terang Aini.

Didukung Keluarga, Tumbuh dengan Rasa Ingin Tahu

Bagi Septina Ika Kadarsih, ibu dari Bintang, keberhasilan anaknya merupakan momen yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

“Saya bangga sekali. Sebagai orang tua yang tidak begitu paham teknologi, saya heran dan terharu anak saya bisa sejauh ini. Dari kecil dia memang sudah suka hal-hal berbau teknologi. Bahkan sebelum masuk SD sudah bisa membaca hanya dari menonton film dengan subtitle,” tuturnya.

Ika juga menambahkan bahwa sejak dini Bintang sudah mampu memilah tontonan edukatif dari yang kurang bermanfaat. Kecintaannya terhadap teknologi pun berkembang secara otodidak, tanpa paksaan orang tua.

Baca Juga:  Tabrakan di Ketapang Barat: Dua Pelajar Terluka Usai Mobil Salip Sembarangan di Malam Hari

“Alhamdulillah, sekarang bakatnya tersalurkan dan dia bisa mendapatkan penghargaan tertinggi ini. Harapan saya, semoga ini jadi awal dari banyak prestasi yang lebih tinggi lagi ke depannya,” imbuh seorang wanita paruh baya istri dari wartawan senior di Salatiga, Arif Syarafudin dengan haru.

Santri Bisa Go Internasional

Keberhasilan Muhammad Bintang dan timnya bukan hanya kebanggaan bagi Kota Salatiga, tetapi juga menjadi bukti bahwa santri dan pelajar dari daerah mampu bersaing di tingkat global jika diberikan ruang, kesempatan, dan pendampingan yang memadai.

Inovasi “Salativerse” diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi pelajar lain untuk terus mencintai kearifan lokal, mengembangkan teknologi untuk kemaslahatan sosial, serta mengukuhkan identitas bangsa di tengah pesatnya arus globalisasi.

“Ini bukti bahwa pesantren dan teknologi bukan dua dunia yang terpisah. Justru dari santri bisa lahir inovasi berkelas dunia,” tutup Aini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!