Surabaya Batasi Jam Malam Anak, DPRD Jatim: Peran Keluarga Jadi Kunci Sukses
Laporan: Ninis Indrawati
SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Pemerintah Kota Surabaya resmi menerapkan pembatasan jam malam bagi anak-anak sebagai bentuk upaya perlindungan terhadap generasi muda dari potensi gangguan sosial dan kriminal. Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Wali Kota Surabaya Nomor 400.2.4/12681/436.7.8/2025, yang mulai berlaku pada Juli 2025.
Aturan tersebut secara tegas melarang anak-anak untuk berada di luar rumah mulai pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB, kecuali untuk kegiatan yang bersifat resmi dan diawasi oleh orang dewasa, seperti kegiatan sekolah, lembaga pendidikan, aktivitas keagamaan, maupun kegiatan sosial yang mendapatkan pendampingan.
Langkah ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur. Salah satu dukungan datang dari Dr. Rasiyo, anggota Komisi E DPRD Jatim dari Fraksi Demokrat, yang menegaskan bahwa keberhasilan implementasi aturan ini tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah semata, melainkan sangat ditentukan oleh peran serta keluarga, terutama orang tua.
“Peran keluarga adalah kunci utama. Jangan sampai semua beban hanya diserahkan kepada pemerintah atau sekolah. Orang tua harus benar-benar memperhatikan keberadaan anaknya, terutama di malam hari,” tegas Rasiyo saat diwawancarai, Minggu (13/7/2025).
Ia menyebut pembatasan ini sebagai langkah preventif untuk menghindarkan anak-anak dari pengaruh buruk seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, tawuran, penyalahgunaan narkoba, hingga potensi tindak kriminal lainnya. Menurutnya, era digital saat ini memudahkan akses anak pada berbagai konten negatif, sehingga pengawasan lebih ketat diperlukan.
“Teknologi saat ini luar biasa pengaruhnya. Anak-anak mudah terpapar hal-hal negatif. Jika mereka dibiarkan keluar malam tanpa pengawasan, risiko tawuran, penyalahgunaan narkoba, dan tindakan kriminal bisa meningkat,” tambahnya.
Sebagai mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Rasiyo juga menekankan pentingnya pendidikan moral dan spiritual, baik di lingkungan sekolah maupun rumah. Ia menggarisbawahi perlunya penerapan 7 karakter anak hebat sebagai bagian dari pengasuhan, yakni: bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, belajar dengan giat, bersosialisasi dengan baik, dan tidur lebih awal.
Dalam konteks lebih luas, ia juga mendorong kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah daerah dalam membangun sistem pengawasan lingkungan yang lebih aktif. Budaya lama seperti Siskamling dan Jogo Tonggo Suroboyo diharapkan dapat dihidupkan kembali sebagai bentuk nyata partisipasi warga dalam menjaga keamanan bersama.
Kebijakan pembatasan jam malam ini merupakan bagian dari komitmen Surabaya dalam mendukung program Child Friendly Cities Initiative (CFCI) dari UNICEF. Kota Pahlawan tersebut terus berupaya menciptakan ekosistem yang ramah dan aman bagi tumbuh kembang anak-anak.
Pemerintah Kota Surabaya juga berjanji akan melakukan pemantauan ketat terhadap pelaksanaan aturan ini. Lokasi-lokasi strategis seperti warung kopi, kafe, taman kota, dan area publik lain yang kerap menjadi tempat berkumpul anak-anak di malam hari akan menjadi sasaran pengawasan rutin oleh Satpol PP dan pihak berwenang lainnya.
Dengan kebijakan ini, Pemerintah Kota Surabaya berharap mampu menanamkan kesadaran kolektif tentang pentingnya perlindungan anak sebagai investasi masa depan bangsa, sekaligus menjadikan Surabaya sebagai kota layak anak yang berwibawa dan berkemajuan. (*)
Tinggalkan Balasan