Surabaya Tancapkan Komitmen Melawan Pernikahan Anak Lewat PPA Award: Remaja Jadi Garda Depan Perubahan
Laporan: Bagas
SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Pemerintah Kota Surabaya kembali menunjukkan kepemimpinan progresifnya dalam isu perlindungan anak dengan meluncurkan program PPA Award (Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak). Program ini tidak hanya menjadi inovasi kebijakan, tetapi juga menjadi simbol kuat komitmen Kota Pahlawan dalam menjaga masa depan generasi mudanya dari jerat pernikahan usia dini.
Peluncuran PPA Award berlangsung meriah di Royal Plaza Surabaya pada Rabu (11/6/2025), dihadiri oleh berbagai elemen strategis seperti Forum Anak Surabaya (FAS), Duta Generasi Berencana (GenRe), Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), serta perwakilan tokoh agama dan masyarakat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Ida Widayati, menegaskan bahwa PPA Award merupakan langkah nyata, bukan hanya sebatas seremoni.
“Pernikahan anak adalah pelanggaran terhadap hak-hak dasar anak. Ini menghambat pendidikan, menekan potensi, dan mengorbankan masa depan mereka. Surabaya tidak boleh tinggal diam,” ujarnya dengan tegas.
Program ini dirancang untuk membangun kesadaran kolektif dan memperkuat peran aktif masyarakat—khususnya remaja—dalam menekan praktik pernikahan usia dini. Salah satu kekuatan utama dari PPA Award adalah pendekatan peer to peer, di mana remaja diberdayakan sebagai agen perubahan yang menyampaikan pesan edukatif kepada teman sebayanya.
Perwakilan Forum Anak Surabaya, Valencia, mengungkapkan antusiasmenya atas hadirnya ruang bagi remaja untuk didengar.
“Kita bukan hanya dicegah menikah muda, tapi juga dikasih ruang untuk menyampaikan suara dan menyalurkan bakat. Ini bikin kami merasa dihargai dan dilibatkan,” ucapnya.
Tak hanya menyasar kelompok remaja, PPA Award juga melibatkan komunitas lokal seperti RT/RW, LSM, hingga tokoh agama. Kampung Ramah Perempuan dan Anak menjadi salah satu basis utama implementasi program. Di tingkat masyarakat paling bawah, edukasi dan deteksi dini terhadap potensi praktik pernikahan dini akan dilakukan secara berkelanjutan.
Ida juga menjelaskan bahwa setiap wilayah di Surabaya memiliki karakteristik sosial yang berbeda, sehingga pendekatan yang dilakukan pun harus disesuaikan.
“Di Surabaya Utara, misalnya, pendekatan berbasis nilai agama dan budaya lokal sangat efektif. Kami tidak bisa pakai pola tunggal. Harus adaptif dan inklusif,” tambahnya.
Peluncuran PPA Award ini tidak hanya menjadi simbol semangat, tetapi juga mencerminkan orientasi pembangunan Kota Surabaya yang berpihak pada anak. Dengan program ini, Pemkot berusaha memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung perkembangan mereka secara optimal.
“Surabaya bukan hanya kota dengan infrastruktur maju, tapi juga kota yang memuliakan anak-anaknya,” pungkas Ida.
Dengan menggandeng lintas sektor dan melibatkan langsung suara generasi muda, PPA Award menjadi tonggak penting dalam upaya sistematis dan terintegrasi untuk memerangi pernikahan anak di Surabaya. Kota Pahlawan membuktikan bahwa perlindungan anak bukan sekadar wacana, melainkan prioritas pembangunan yang nyata. (*)
Tinggalkan Balasan