Wacana Penempatan Polri di Bawah Kemendagri atau TNI: Pro dan Kontra di Tengah Sorotan Publik

Laporan: Ninis Indrawati

SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM – Pernyataan anggota Komisi III DPR RI, Deddy Sitorus, yang mengusulkan penempatan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau TNI menuai banyak tanggapan dari berbagai kalangan.

Akademisi, praktisi hukum, hingga masyarakat luas mengomentari implikasi dari wacana tersebut terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.

Baca Juga:  Peringati Hari Antikorupsi, Kapolresta Malang Kota Ajak Anggota Tiru Integritas Bripka (Purn) Seladi Polisi Jujur

Salah satu tanggapan datang dari Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Suparto Wijoyo. Menurutnya, wacana ini tidak hanya melenceng dari Undang-Undang Dasar 1945,

tetapi juga mengancam independensi Polri sebagai institusi yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di Indonesia.

Baca Juga:  Menebar Kasih di Wilosotomo: Kapolres Salatiga Kunjungi Anak Panti dengan Sentuhan Hati Nurani

Prof. Suparto mengingatkan bahwa Pasal 30 UUD 1945 telah mengatur posisi Polri sebagai lembaga negara yang langsung berada di bawah Presiden. Dengan demikian, usulan untuk menempatkan Polri di bawah kementerian atau lembaga lain seperti TNI berpotensi melanggar konstitusi.

“Polri didesain sebagai lembaga yang independen, tidak berada di bawah kementerian atau instansi lain, termasuk Kemendagri maupun TNI. Ini merupakan wujud penghormatan terhadap prinsip pemisahan kekuasaan yang menjadi dasar negara kita,” ujar Prof. Suparto dalam pernyataannya.

Baca Juga:  Babinsa Koramil 04/Teras Bersama Petani Bangsalan, Perkuat Swasembada Pangan

Menurut Prof. Suparto, menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau lembaga lainnya akan membuka celah intervensi politik dalam pengambilan keputusan Polri. Hal ini dapat berdampak serius pada netralitas dan profesionalisme Polri dalam menjalankan tugasnya.

“Jika Polri berada di bawah Kemendagri, ada kekhawatiran bahwa keputusan yang diambil Polri akan dipengaruhi oleh kepentingan politik penguasa. Ini bisa mengancam netralitas Polri sebagai penegak hukum,” jelasnya.

Baca Juga:  Ditinggal Pulang Kampung, Toko Ban di Ungaran Dilalap Sijago Merah, Ini Jelasnya 

Prof. Suparto juga menekankan bahwa Polri merupakan elemen penting dalam menjaga supremasi hukum dan stabilitas keamanan di Indonesia. Oleh karena itu, penting untuk memastikan Polri tetap berada dalam posisi yang netral dan bebas dari pengaruh politik.

“Sebagai pilar negara hukum, Polri harus tetap dijaga sebagai lembaga yang profesional dan independen. Menempatkannya di bawah kementerian tertentu berpotensi merusak integritasnya sebagai penegak hukum,” tegasnya.

Baca Juga:  Simulasi Darurat SKTT Suramadu: PLN dan Pemkab Bangkalan Satukan Langkah Menuju Kemandirian Energi Madura

Usulan ini juga memunculkan perdebatan lebih luas tentang bagaimana reformasi sektor keamanan di Indonesia seharusnya dilakukan. Beberapa pihak berpendapat bahwa langkah ini mungkin dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi antara Polri dan kementerian terkait. Namun, langkah tersebut harus ditinjau dengan hati-hati agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar negara.

Di sisi lain, wacana ini juga menyoroti pentingnya penguatan kontrol dan akuntabilitas terhadap Polri. Banyak pihak sepakat bahwa Polri harus tetap independen, tetapi tetap memiliki mekanisme pengawasan yang efektif agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Baca Juga:  Tindak Kejahatan Berencana di Karanggede: Satreskrim Polres Boyolali Berhasil Amankan Pelaku dan Bukti

Perdebatan terkait posisi Polri mencerminkan pentingnya menjaga keseimbangan antara independensi institusi negara dan kebutuhan untuk memperkuat tata kelola pemerintahan.

Usulan menempatkan Polri di bawah Kemendagri atau TNI bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut prinsip dasar demokrasi dan negara hukum.

Baca Juga:  Pekan Pengembangan Ekspor, Langkah Nyata UMKM Menuju Pasar Internasional

Sebagai institusi vital, Polri harus tetap dijaga dari berbagai intervensi politik dan kepentingan lain yang dapat mengganggu tugas utamanya.

Wacana ini, meskipun kontroversial, memberikan momentum untuk meninjau kembali bagaimana reformasi sektor keamanan dapat dilakukan tanpa merusak prinsip-prinsip dasar konstitusi Indonesia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!