Pasca Gelombang PHK di Tahun 2017, Penerimaan Pesangon Sebagian Karyawan PT. Damatex Tersendat

Yakub Adi Krisanto, S.H., M.H., (berbaju batik) bersama perwakilan 22 karyawan PT. Damatex yang belum mendapatkan hak pesangon. (Foto: dok. istimewa/ASB)

 Salatiga, beritaglobal.net – Pasca adanya gelombang PHK di tahun 2017 lalu yang dimulai dengan “merumahkan” ratusan karyawannya, PT. Daya Manunggal Textile (Damatex) belum juga menuntaskan kewajibannya dalam memberikan pesangon pada sebagian karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal ini terungkap saat 22 orang perwakilan karyawan PT. Damatex yang telah melalui berbagai tahapan perundingan, baik bipartit, tripartit maupun mediasi di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dengan BP3TK, dan telah muncul perjanjian bersama bahwa uang pesangon sebanyak 30 kali gaji akan dibayarkan management PT. Damatex pada pekerja yang terkena PHK di selama 30 bulan sejak Juni 2019, menyatakan ketidak puasannya atas adanya perubahan kebijakan management PT. Damatex.

Melalui kuasa hukum mereka, Yakub Adi Krisanto, S.H., M.H., dari Kantor Pengacara YAK dan rekan, 22 orang karyawan PT. Damatex yang masih belum menerima uang pesangon seperti yang telah tertuang dalam perjanjian bersama dari hasil mediasi dengan BP3TK.

Baca Juga:  Yonarmed 12 Buka Fasilitas Olah Raga di Ngawi, Tingkatkan Prestasi Pemuda Berkarakter

“Para klien kami menanyakan komitmen dari management PT. Damatex atas kesepakatan pemberian pesangon sebesar 30 kali gaji di bulan Mei 2019 lalu. Ternyata baru sekali dibayarkan pada bulan Juni 2019, dan setelahnya mereka belum menerima uang pesangon yang telah disepakati bersama,” ungkap Yakub, saat ditemui beritaglobal.net, Selasa (05/11/2019) bersama perwakilan 22 orang karyawan.

Menurut Yakub, tidak dibayarkannya uang pesangon secara rutin perbulan seperti dalam perjanjian bersama, dikarenakan adanya perubahan kebijakan PT. Damatex yang saat ini telah dialihkan ke PT. AMT, bahwa para karyawan yang menerima PHK harus menandatangani pula kesepakatan untuk pemotongan sejumlah dana iuran Koperasi Karyawan.

“Jadi setelah ada perjanjian bersama, ada kebijakan baru dari management yang mewajibkan karyawan yang terkena PHK untuk menandatangi persetujuan pemotongan uang iuran Koperasi Karyawan,” imbuhnya.

Untuk itu, Yakub meminta dukungan dari Pemerintah Kota Salatiga dalam hal ini melalui Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Salatiga untuk membantu kembali proses pembayaran uang pesangon, terpisah dari kesepakatan baru untuk menerima potongan iuran Koperasi Karyawan.

“Menurut saya, adalah hak setiap klien kami untuk tidak menandatangi kesepakatan baru itu. Dan hal ini seharusnya jangan dijadikan alasan lagi oleh management untuk tidak segera melakukan pembayaran pesangon,” jelas Yakub.

Baca Juga:  Apel Pergeseran Pasukan Pengamanan Pemilu 2024, Pangdam IV/Diponegoro : Lakukan Tugas Secara Jujur, Adil dan Aman

Dirinya menghimbau pada semua pihak untuk dapat menghormati sikap para kliennya yang berpegang pada perjanjian bersama dengan melibatkan BP3TK. “Kami selaku kuasa hukum menghimau pada semua pihak untuk dapat menghormati dan tidak mendiskreditkan klien kami dari sikap mereka yang masih menuntut pembayaran pesangon yang jadi hak mereka tanpa harus menandatangani persetujuan pemotongan dana Koperasi,” beber Yakub.

Apa yang diungkapkan oleh Yakub, dibenarkan oleh juru bicara perwakilan pekerja, Sanyata. “Kami sangat menyayangkan atas langkah dari management, dan kami tidak mau terjebak lagi untuk kesekian kalinya dari apa yang dilakukan management untuk menunda pembayaran uang pesangon,” ungkap Sanyata.

Sanyata, dan beberapa rekannya, tidak akan menjawab pertanyaan apapun terkait alasan mereka untuk tidak menandatangi perjanjian baru tersebut, karena dirinya bersama 21 orang karyawan lainnya telah sepakat memberi kuasa penuh pada proses penyelesaian PHK mereka kepada kuasa hukum dalam hal ini YAK dan rekan.

Baca Juga:  Polres Nganjuk Gencarkan Patroli SREG, Cegah Balap Liar dan Kejahatan Jalanan

“Kami tidak akan menjawab pertanyaan apapun tentang proses PHK, karena kami semua 22 orang karyawan yang masih berjuang, telah memberi kuasa penuh pada pengacara kami,” tandasnya dengan diamini oleh ketiga rekannya.

Ditambahkan oleh Hanifah dan Baidowi, bahwa saat ini SPN (Serikat Pekerja Nasional) yang dulu terlibat dalam proses perundingan Bipartit telah tidak ada lagi. “Saat ini tidak ada lagi SPN, mereka adalah perwakilan pekerja yang ikut terlibat dalam perundingan bipartit. Meski pada realitanya mereka berpihak pada management,” imbuh Hanifah dan Baidowi.

Atas semua proses penyelesaian PHK dan pembayaran pesangon yang berkepanjangan, Yakub menyampaikan bahwa dirinya akan mengirimkan surat permohonan dukungan pada Kementrian Tenaga Kerja dan Kementrian Perindustrian dengan tembusan surat pada Presiden RI Joko Widodo.

“Atas proses PHK dan pembayaran uang peaangon yang kami nilai terlalu bertele – tele ini, kami akan mengirimkan surat dukungan dan pemberian fakta – fakta kepada Menteri Tenaga Kerja, Menteri Perindustrian dan dengan kami tembuskan pada bapak Presiden Jokowi,” tegasnya. (Agus S)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!