LAPK SIDAK Indonesia Sayangkan Keberadaan Toko Retail Modern di Lokasi Pasar Tradisional di Wilayah Kabupaten Semarang
![]() |
Toko Modern di sekitar lokasi pasar tradisional Suruh, juga tidak memiliki sarana parkir yang memdahi. (Foto: LAPK SIDAK) |
Salatiga, beritaglobal.net – Maraknya pendirian toko modern yang berdekatan dengan keberadaan pasar tradisional, yang notabene toko modern tersebut menjadi satu bagian dari korporasi besar, seolah menjadi jawaban atas dukungan setengah hati pemerintah dalam pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan pasar tradisional. Kondisi ini menjadi perhatian khusus LAPK SIDAK Indonesia, khususnya Anggota Devisi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, M. Aditya S.B., saat ditemui di rumahnya di bilangan Tingkir, Kota Salatiga, Selasa (17/07/2018).
Menurut Adit (panggilan akrabnya), “Semestinya pemberian ijin untuk toko modern mengacu pada Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (“Perpres 112/2007”). Pengertian toko modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan. Namun, pada kenyataannya tindakan penertiban justru hanya dijadikan kedok untuk tetap berlangsungnya praktek bisnis toko modern tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Adit menambahkan, “Hal ini, sungguh berbanding terbalik dengan jargon – jargon para kepala daerah yang mengedapankan UMKM dalam upaya pengembangan perekonomian berbasis kerakyatan. Semua regulasi sudah di atur sedemikan rupa untuk pendirian toko modern dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Nomor : 70/M-DAG/PER/12/2013, tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Pembelanjaan dan Toko Modern, seperti kami jumpai di bilangan Suruh, Kabupaten Semarang, terdapat sebuah toko modern Indomart yang pernah ditutup, namun entah mengapa hanya berganti nama di depannya saja, semua isi barang dagangan dan supply masih dari Indomart. Bahkan, tertera dalam struk belanja, toko tersebut masih terpampang logo Indomart, dan kondisi ini sudah berjalan cukup lama,” terang Adit.
![]() |
Label harga yang tidak berlogo, namun dalam leaflet promosi produk terdapat logo Indomart |
Adit menduga bahwa masih banyak praktek toko modern serupa di wilayah lain di seluruh wilayah Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan sekitarnya.
“Saya duga masih banyak lagi, toko dengan model perdagangan serupa di Wilayah Jawa Tengah, khususnya di seputar Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan sekitarnya,” terang Adit.
Sementara itu, salah satu karyawan toko S di bilangan Suruh, menjawab pertanyaan beritaglobal.net perihal struk belanja, kantung plastik dan baju seragam kerja, hanya menjawab bahwa mereka dilarang menggunakan atribut Indomart, karena masih ada masalah perijinan.
“Kami dilarang pake seragam Indomart, mas, karena masih ada masalah di perijinan, kalau untuk struk dan kantung plastik dan barang – barang memang masih disupply dari Indomart,” terang seorang penjaga toko yang enggan disebut namanya di toko S, Senin (16/07/2018).
![]() |
Struk belanja dari kasir yang sering berbeda harga dengan label yang tertulis di rak produk, dan sering menjadi keluhan konsumen |
Secara terpisah, Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang Yosep Bambang Trihardjono saat dikonfirmasi beritaglobal.net, menyatakan bahwa pihaknya sangat berterima kasih kepada warga masyarakat yang sudi menyampaikan dugaan penyimpangan perizinan di bidang Toko Modern.
“Terima kasih atas informasinya, saya teruskan ke bidang terkait untuk dilakukan pengecekan fisik dan administrasi,” jawab Yosep singkat.
Berdasar pada data diterima beritaglobal.net dari Laporan Hasil Rapat Panitia Khusus IV DPRD Kabupaten Semarang, Membahas Masalah Pelaksanaan Perijinan, tanggal 27 November 2017, terdapat 141 toko Swalayan di Kabupaten Semarang yang tersebar di seluruh kecamatan. Menurut penelitian yang dilakukan A.C. Nielsen menyebutkan bahwa kehadiran pasar dan toko modern mempengaruhi pertumbunhan pasar tradisional secara negatif sebesar 8%. Penurunan pertumbuhan pasar tradisional terutama pada omzet penjualan.
Adapun hasil rekomendasi Pansus IV kepada Pemerintah Kabupaten Semarang adalah :
1. Melakukan pembatasan pendirian toko modern yang tertuang dalam revisi Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
2. Melakukan pengawasan kemitraan antara toko modern dengan UMKM sebagaimana tertuang dalam syarat penerbitan IUTS.
3. Melakukan penutupan terhadap 6 toko modern yang tidak dapat diterbitkan izinnya.
4. Menunda penerbitan izin 2 toko modern yang sedang dalam proses pengajuan izin sampai dengan terbitnya Peraturan Daerah yang baru.
5. Menutup operasional 2 toko modern yang tidak memasukkan berkas perizinan sama sekali.
6. Untuk 17 toko modern yang diberikan perpanjangan izin sesuai Perbup No. 72 tahun 2015, maka Pansus mempertanyakan perpanjangannya sebab secara jelas toko modern tersebut berada di dalam lokasi pasar dan memberikan mudarat bagi pengusaha pasar tradisional.
7. Pemberian izin toko modern dan perpanjangan izin toko modern selanjutnya menyesuaikan dengan Peraturan Daerah yang baru.
Selebihnya terdapat 3 point yang dipertanyakan oleh seluruh anggota Pansus IV DPRD Kabupaten Semarang, terkait kebijakan Bupati Semarang, diantaranya:
1. Tidak adanya pengawasan khusus atas pendirian toko – toko modern yang menjamur di Kabupaten Semarang.
2. Tidak adanya keseriusan Bupati menjaga dan melindungi pengusaha – pengusaha kecil dan menengah di Kabupaten Semarang.
3. Tidak adanya upaya penegakan Perda secara kongkret dan terukur terhadap toko – toko modern yang menyalahi aturan Perudangan dan toko – toko modern yang tidak memiliki izin sama sekali. (Agus S/Red)
Tinggalkan Balasan