Revolusi Hijau di Tuntang: Petani Muda Ciptakan Pupuk Organik untuk Selamatkan Ekosistem Pertanian
Laporan: W Widodo
KAB SEMARANG | SUARAGLOBAL.COM – Pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem pertanian, seperti pengerasan tanah, hilangnya bahan organik, kontaminasi kimia, dan rusaknya struktur tanah yang menyebabkan kerusakan perakaran serta penurunan produksi komoditas pertanian.
Petani di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, masih sangat bergantung pada penggunaan pupuk kimia. Namun, untuk mengatasi kerusakan lingkungan, Kelompok Tani Senandika Cakrawala Petani Muda Desa Kesongo mengambil langkah inovatif dengan menciptakan Pupuk Organik Cair (POC) dan Pupuk Organik Padat.
Pelda Muhamad Munjali, Babinsa Desa Kesongo dari Koramil 05/Tuntang Kodim 0714/Salatiga, bersama Danramil 05/Tuntang Kapten Arh Sunaryo, turut mendampingi kelompok tani muda tersebut dalam upaya ini.
Deqi Novendra, salah satu anggota Kelompok Tani Senandika Cakrawala, menekankan pentingnya inisiatif ini sebagai upaya dan kepedulian terhadap bahaya kondisi tanah pertanian apabila terus mengandalkan pupuk berbahan kimia.
“Tujuan dari pembuatan pupuk organik ini adalah untuk mengurangi penggunaan bahan kimia demi meningkatkan kesuburan tanah dan mengatasi keterbatasan ketersediaan pupuk dari pemerintah,” ujar Deqi.
Ia menambahkan bahwa kelebihan dari pupuk organik ini selain lebih ekonomis, juga mudah dibuat dan didapatkan karena bahan dasarnya berasal dari limbah rumah tangga.
“Pupuk organik terbukti sangat bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian dan kualitas lahan serta mengurangi pencemaran lingkungan. Dalam jangka panjang, penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas lahan dan mencegah degradasi lahan,” sambung Deqi.
Kapten Arh Sunaryo sangat mengapresiasi inovasi yang dimiliki oleh para petani muda tersebut. Menurutnya, ini merupakan terobosan yang sangat baik dan tentunya sangat bermanfaat.
“Disadari atau tidak, generasi milenial saat ini terlihat enggan menjadi petani. Mereka lebih cenderung memilih bekerja di industri dan supermarket dibanding bercocok tanam,” ujarnya.
Dengan menyumbangkan pikiran, apalagi ditambah dengan tenaga, para generasi muda ini telah menjadi agen perubahan khususnya di bidang pertanian.
“Mereka juga bisa memberikan penyuluhan dan pelatihan kepada petani lain tentang bagaimana cara mengolah limbah rumah tangga menjadi pupuk organik yang tentunya memberikan manfaat bagi para petani,” tegas Kapten Arh Sunaryo.
Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi petani lainnya untuk beralih ke penggunaan pupuk organik demi keberlanjutan ekosistem pertanian dan peningkatan kualitas hidup. (*)
Tinggalkan Balasan