Pesona Mahakarya Goa Kreo Dalam Atraksi Wisata Legenda
Semarang, beritaglobal.net – Sejarah Kota Semarang merupakan bagian kecil dari kebesaran era Mataram Kuno, dimana dahulu Semarang bernama Bergota. Mengingat pentingnya melestarikan nilai – nilai budaya dan juga melestarikan lingkungan hidup, Pemerintah Kota Semarang menggelar acara Semarang Full History Atraksi Wisata Legenda Goa Kreo, Minggu (09/06/2019), di pelataran Plaza Kandri, Waduk Jatibarang, Goa Kreo.
![]() |
Gunungan hasil bumi berupa buah – buahan menjadi favorit pilihan pengunjung setelah prosesi sesaji dan pembacaan doa selesai. |
Saat dikonfirmasi beritaglobal.net, Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Semarang, Indriyasari, S.E., melalui Hariyadi selaku Kasie Destinasi dan sebagai ketua panitia acara menyebutkan bahwa tema pagelaran ini adalah Bergerak Bersama Harmoni Alam dan Budaya Wujud Tekad Semarang Semakin Hebat. “Acara ini sejalan dengan program dari Kementrian Pariwisata RI, kami dari Dinas Pariwisata Pemkot Semarang bersama dengan masyarakat sekitar Goa Kreo, mencoba mengejawantahkan program Percepatan Pengembangan Wisata Religi dan Warisan Budaya,” ungkap Hariyadi.
Ditambahkan olehnya, bahwa acara atraksi wisata legenda Goa Kreo ini dibagi dalam dua segmen, dimana segmen pertama dimulai dengan Upacara Sesaji Rewanda dengan rangkaian acara Kirab Soko Jati, pagelaran tari Semarangan, pembacaan Legenda Goa Kreo, Penampilan Tari Wanoro Parisuko, sambutan Walikota Semarang dan prosesi sesaji Rewanda atau sesaji pada kera.
Sementara itu, dalam segemen kedua, acara dimulai pada malam hari sekira pukul 20.00 WIB, dengan tajuk Mahakarya Legenda Goa Kreo. Iringan musik gamelan, menyambut kedatangan Walikota Semarang beserta tamu undangan dari Kementrian Pariwisata RI. Narasi cerita tentang Goa Kreo, berlanjut pada Orasi Budaya Semarang Full History dan puncak acara adalah Atraksi Mahakarya Legenda Goa Kreo.
![]() |
Pesona Mahakarya Goa Kreo yang memukau pengunjung Semarang Full History Atraksi Wisata Legenda Goa Kreo, Minggu (09/06/2019), di pelataran Plaza Kandri, Waduk Jatibarang, Goa Kreo. |
Tamu undangan yang hadir diantaranya Wakil Walikota Semarang, Sekda Kota Semarang, seluruh Kadinas Pemkot Semarang, PHRI Jateng, Asita Jateng, ASPPI Jateng, PCPI Kota Semarang, HPI Kota Semarang, pegiat wisata Kota Semarang, Kadinas Pariwisata se Kedengsapur, Ica Jateng, Pokdarwis se Kota Semarang, Deswita se Kota Semarang, perwakilan penguris rintisan wisata Kota Semarang.
Dalam sambutannya, Hendrar Prihadi, S.E., M.M., menyebut bahwa pagelaran atraksi wisata, Pemkot Semarang bergerak bersama masyarakat, akademisi, swasta dan media mengembangkan Kota Semarang sebagai tujuan wisata dari sumber daya yang dimiliki dari aspek wisata alam, wisata budaya, wisata buatan, wisata belanja dan kuliner, kampung – kampung tematik, spot tourism, jasa akomodasi dan transportasi, pemberdayaan manusia, kreatifitas masyarakat, sehingga dapat menjadi modal untuk meningkatkan Citra Pariwisata Indonesia.
Hendrar mengharapkan bahwa kegiatan ini dapat diselenggarakan secara rutin dalam kurun waktu sebulan sekali atau bahkan setiap pekan.
“Acara semacam ini, bila diselenggarakan rutin tentu saja akan dapat menarik minat para wisatawan, diharapkan bahwa penyelenggaraan atraksi ini dapat dilakukan setiap bulan sekali atau bahkan setiap pekan,” harap Hendrar.
Pagelaran ini adalah sebagai wujud pelestarian budaya peninggalan Wali Songo dalam upaya membangun Masjid Agung Demak. Dalam pembacaan narasi Legenda Goa Kreo disebutkan bahwa kawasan Goa Kreo menjadi bagian penting pembangunan Masjid Agung Demak, dimana Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Ampel konon disebutkan mengambil kayu jati sebagai tiang utama masjid dari kawasan hutan Kreo, yang berasal dari kata Ngreho yang dalam bahasa Jawa berarti menjaga atau memelihara.
Atraksi Mahakarya Goa Kreo diantaranya adalah pagelaran Seni Peran, Seni Suara, Seni Musik, Dekoratif, Atraksi Tarian dan napak tilas di Watu Tenger yang diyakini sebagai petilasan Sunan Kalijaga.
Ditambahkan oleh Hariyadi, memaparkan kisah penjaga Masjid Demak Kiswoyo, bahwa Gua sebagai petilasan Sunan Kalijaga saat bersemedi yang konon didatangi oleh 4 ekor kera yang berbeda warna, hitam, merah putih, dan kuning.
“Warna berbeda dari 4 ekor kera tersebut mempunyai arti masing – masing. Hitam diartikan sebagai lambang kesuburan tanah, merah sebagai lambang keberanian, putih sebagai lambang kesucian dan kuning sebagai lambang angin,” imbuh Hariyadi menirukan ungkapan Kiswoyo.
Kera – kera inilah yang menuntun Sunan Kalijaga untuk meminta petunjuk pada Tuhan YME, agar diberi petunjuk cara menebang kayu jati sebagai Soko Guru Masjid Demak.
“Dikisahkan pak Kiswoyo bahwa kayu jati dapat ditebas dengan selendang yang dikenakan Sunan Kalijaga. Keempat kera tersebut bermaksud membantu Sunan Kalijaga membawa kayu jati, namun Sunan Kalijaga meminta kera – kera tersebut untuk menjaga dan merawat tempat itu, yang dalam bahasa Jawa disebut Ngereho, maka tempat ini kemudian dikenal Kreo,” tandasnya. (Kris/ASB)
Tinggalkan Balasan