Dua Dekade Hilang, Syakbanan Ngampin Bangkit Lagi dengan Ritual Air Pemersatu Cinta
Laporan: Wahyu Widodo
UNGARAN | SUARAGLOBAL.COM – Setelah dua dekade menghilang, tradisi Syakbanan di Kelurahan Ngampin, Ambarawa, akhirnya dihidupkan kembali. Ratusan warga memadati area sekitar Kantor Lurah Ngampin di tepi Jalan Raya Ambarawa-Magelang pada Sabtu (15/2/2025) malam. Suasana penuh semangat dan harapan menyelimuti perayaan yang sarat akan nilai sejarah dan mistisisme ini.
Menurut Ketua Panitia, Hari Prasetyo (52), Syakbanan sudah ada sejak zaman leluhur dan dipercaya membawa keberkahan, terutama dalam urusan jodoh. Salah satu ritual khasnya adalah bermain air dan mandi di Kali Condong, yang konon dapat mempercepat datangnya pasangan hidup.
“Tradisi ini berasal dari kisah seorang pangeran pengembara yang bertemu dan menikah dengan gadis setempat setelah bersuci di sungai. Dari kata ‘ampeyan’, yang berarti selir, muncullah nama Ngampin,” jelas Hari Prasetyo.
Selain ritual mandi, warga juga menikmati serabi, jajanan tradisional yang diyakini berasal dari perayaan pernikahan sang pangeran dengan gadis Ngampin.
Arak-Arakan Air dari Sembilan Mata Air
Perayaan Syakbanan berlangsung selama tiga malam dan diawali dengan tradisi Sadranan, yaitu pembersihan makam dan doa bersama di Makam Penggung. Malam puncaknya dimeriahkan dengan arak-arakan air dari sembilan mata air, sebagai simbol pelestarian sumber kehidupan.
Prosesi ini semakin sakral dengan hadirnya para pembawa air yang dikawal petugas obor, menciptakan suasana mistis di sepanjang perjalanan. Warga yang menyaksikan pun larut dalam harapan, terutama bagi mereka yang masih menanti pasangan hidup.
Bagi sebagian orang, Syakbanan mungkin sekadar legenda, tetapi bagi masyarakat Ngampin, tradisi ini adalah warisan berharga yang menyatukan mereka dalam semangat kebersamaan dan harapan. Yang jelas, di antara gemerlap api obor dan aliran air suci, doa-doa terbisik lirih, berharap tak hanya berkah, tetapi juga cinta yang segera mengetuk pintu. (*)
Tinggalkan Balasan