Perjuangan Sumeh Mengais Rezeki dari Cabai: Antara Manisnya Untung dan Pahitnya Rugi

Laporan: Wahono

TEMANGGUNG | SUARAGLOBAL.COM — Cabai, sebagai salah satu bumbu dapur wajib, tak pernah lepas dari kebutuhan harian masyarakat Indonesia, khususnya ibu-ibu rumah tangga. Kondisi inilah yang mendorong Sumeh (48), warga Dusun Samponsari (Traju), Desa Gentan, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Temanggung, untuk menekuni usaha sebagai pengepul cabai dan berbagai jenis sayuran sejak tahun 2005.

Saat ditemui Suaraglobal.com di kediamannya, Minggu (27/4/2025), Sumeh berbagi kisah tentang perjalanan panjangnya sebagai pengepul, lengkap dengan suka dan dukanya.

“Sukanya itu ya kalau harga cabai melonjak, keuntungan lebih besar dari biasanya,” ungkap Sumeh sambil tersenyum.

Menurutnya, lonjakan harga ini umumnya terjadi menjelang hari raya atau musim hajatan, ketika permintaan cabai meningkat drastis. Di saat-saat itu, meski harga melambung tinggi, masyarakat tetap memburunya tanpa pikir panjang.

Baca Juga:  Hisense Meraih Penghargaan Brand Champion of the Year di Ajang Indonesia Brand Champion 2025

Cabai dan sayuran yang ia jual sebagian besar diperoleh dari petani sekitar desa. Dengan dibantu beberapa karyawan—yang semuanya adalah tetangga dekat—Sumeh setiap malam melakukan penyortiran, penimbangan, dan pengemasan hasil panen. Cabai-cabai berkualitas tinggi dipisahkan dari yang kurang layak, sebelum akhirnya diambil pengepul lebih besar untuk dipasarkan ke berbagai pasar lokal maupun luar kota.

Namun, lika-liku dunia perdagangan hasil pertanian tak selalu mulus. Sumeh mengungkapkan bahwa kerugian besar menghantamnya saat harga cabai tiba-tiba anjlok.

“Kalau harga jatuh, kita sudah beli mahal dari petani, tapi saat dijual ke pasar malah murah. Contohnya, waktu Lebaran kemarin, harga cabai sempat Rp80 ribu per kilogram, sekarang tinggal Rp20 ribu saja. Tentu saja rugi besar, tapi ya ini sudah risiko usaha,” jelasnya pasrah.

Baca Juga:  Estafet Kepemimpinan: AKBP Wahyu Hidayat Resmi Nahkodai Polres Pelabuhan Tanjung Perak Gantikan AKBP William Tanasale

Tak hanya soal harga, Sumeh juga menghadapi tantangan dari faktor alam. Cuaca buruk, serangan hama, atau gagal panen membuatnya sering kewalahan mencari pasokan untuk memenuhi kebutuhan pengepul besar.

Dalam kondisi normal, Sumeh mampu mengumpulkan tidak kurang dari delapan kuintal cabai dari berbagai jenis setiap harinya. Untuk jenis sayuran dan palawija, jumlahnya menyesuaikan dengan musim panen dan jenis tanaman yang sedang ditanam para petani setempat.

Apapun hasil panen yang disetorkan, Sumeh selalu berusaha menerima dan memasarkan. Baginya, selain urusan bisnis, ini juga merupakan bentuk dukungan terhadap petani kecil di desanya.

“Saya ingin usaha ini berkembang dan bisa lebih banyak memberdayakan tetangga sekitar. Dengan begitu, ekonomi keluarga mereka juga ikut terbantu,” ujar Sumeh penuh harap.

Baca Juga:  Polsek Asemrowo Tangkap Pemain Judi Online di Surabaya

Lebih jauh, Sumeh berharap perhatian dari pemerintah daerah, terutama terkait kebutuhan tambahan modal usaha atau bantuan pemasaran hasil pertanian saat harga di tingkat pasar jatuh. Menurutnya, dukungan itu sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan usaha kecil seperti miliknya.

“Kalau bisa ada bantuan pemasaran ke luar daerah, saat harga turun di sini, kerugian kami bisa ditekan. Juga kalau ada pinjaman modal usaha dengan bunga ringan, usaha seperti saya ini bisa lebih berkembang,” pungkasnya.

Dibalik tumpukan cabai dan sayur yang tampak biasa, ada perjuangan keras Sumeh dan para pengepul kecil lainnya. Mereka adalah penghubung vital antara petani dan pasar, meski seringkali harus pasrah diterpa ketidakpastian harga dan hasil panen. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!