Tragedi Konser Hardcore: Pemuda Tewas Dikeroyok, Empat Pelaku Berhasil Diamankan Polres Tanjung Perak

Laporan: Ninis Indrawati

SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM – Dentuman musik keras yang seharusnya memompa semangat justru berubah menjadi amukan berdarah. Kasus pengeroyokan sadis yang menewaskan seorang pemuda di konser musik hardcore kawasan Pasar Tunjungan, Surabaya, akhirnya terkuak. Tim Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak berhasil menangkap empat pelaku penganiayaan berujung maut yang sempat membuat geger dunia musik bawah tanah.

Korban diketahui berinisial RPAF (22), warga Surabaya. Ia menjadi korban amuk sekelompok pemuda yang menuduhnya menjual tiket palsu konser. Tragedi memilukan itu terjadi pada Kamis malam (25/9/2025) di kawasan Bozem Gadukan Utara V-A, Surabaya.

“Kasus ini cukup menyita perhatian publik, terutama komunitas musik hardcore,” ungkap Kasi Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Suroto, dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).

Awal Keributan: Tiket Palsu Jadi Pemicu

Segalanya bermula saat korban menghadiri konser musik hardcore di Pasar Tunjungan sehari sebelum kejadian. Salah satu panitia, berinisial D (21), mencurigai tiket yang dipegang korban palsu karena ukuran cable tie atau gelang penanda tidak sesuai dengan tiket resmi.

Baca Juga:  Kolaborasi Baru: IKA PMII dan Pemkab Sidoarjo Bergandeng Tangan Bangun Daerah

“Korban kemudian dipanggil dan diinterogasi oleh D. Namun ketika korban membantah, D bersama Z (18) langsung melakukan pemukulan di tempat,” jelas Iptu Suroto.

Meski penyelenggara sudah berusaha menenangkan situasi, emosi para pelaku tak terbendung. Korban dipaksa keluar dari lokasi konser dan dibawa ke tempat lain.

Diculik dan Disiksa di Bozem Gadukan

Korban kemudian digiring secara paksa oleh D, Z, FA (22), FS (22), dan H (yang kini berstatus DPO) ke sebuah tempat sepi di kawasan Bozem Gadukan. Di sanalah, aksi kekerasan bergulir tanpa ampun.

“Para pelaku menampar, memukul, hingga menendang korban secara bergantian. Mereka menuntut agar korban mengembalikan uang Rp500 ribu dari hasil penjualan tiket yang dianggap palsu,” beber Suroto.

Namun saat korban mengaku tiket itu memang palsu, bukan amarah yang mereda justru semakin brutal.

Baca Juga:  Semangat Kartini Tak Padam: Lilik Hendarwati Ajak Perempuan Jadi Penggerak Bangsa

“Mereka terus menghajar hingga korban tidak berdaya,” tambahnya.

Korban Tewas, Pelaku Kabur

Usai penganiayaan, korban yang sudah lemas dibawa ke rumah FS dengan alasan hendak diberi pertolongan. Namun upaya yang dilakukan secara seadanya tidak menyelamatkan nyawanya.

“Ayah FS yang melihat kondisi korban sangat kritis langsung menyuruh agar segera dibawa ke rumah sakit. Tapi sesampainya di IGD, korban dinyatakan meninggal dunia,” terang Suroto.

Ironisnya, bukannya menyerahkan diri, para pelaku malah melarikan diri.

“Mereka kabur dengan alasan hendak menghubungi keluarga dan polisi, padahal mereka justru melarikan diri,” ujar Suroto dengan nada tegas.

Polisi Bergerak Cepat, Satu Masih DPO

Laporan keluarga korban menjadi titik awal penyelidikan. Tim Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak langsung bergerak melakukan olah TKP, memeriksa saksi, serta menelusuri rekaman CCTV.

Hasilnya, satu per satu pelaku berhasil diciduk:

Z ditangkap lebih dulu, D dibekuk pada 2 Oktober, FA menyusul pada 9 Oktober, dan FS diringkus pada 11 Oktober.

Baca Juga:  Menuju Wilayah Tertib Reformasi Birokrasi, Korem 073/Makutarama di Verifikasi

Sementara H, pelaku kelima, masih buron dan kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).

Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain pakaian korban berlumuran darah, pakaian para tersangka, serta uang tunai Rp500 ribu yang menjadi motif awal pengeroyokan.

Dijerat Pasal Berat, Hukuman Maksimal 12 Tahun

Iptu Suroto menegaskan bahwa para pelaku dijerat dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan kematian.

“Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara,” tegasnya.

Ia juga menekankan komitmen kepolisian dalam memberikan keadilan bagi keluarga korban.

“Kami tidak akan mentoleransi tindakan main hakim sendiri. Setiap persoalan harus diserahkan kepada pihak berwenang,” ujarnya.

Pesan Tegas untuk Masyarakat

Sebagai penutup, Suroto mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terpancing emosi dan menghindari kekerasan.

“Emosi sesaat hanya menambah penderitaan. Hukum harus menjadi jalan utama dalam menyelesaikan konflik, bukan kekerasan,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!