Yip Man: Guru Bijak di Balik Sosok Bruce Lee

Editor: Wahyu Widodo

SOSOK | SUARAGLOBAL.COM – Ia bukan bintang film. Bukan pula wajah tampan di sampul majalah. Tapi tanpa sosok ini, takkan ada legenda Bruce Lee seperti yang kita kenal sekarang.

Bila Bruce Lee adalah ikon kung-fu dunia, maka Yip Man—atau lebih akrab disebut Ip Man—adalah tangan dingin yang membentuknya. Ia bukan sekadar guru bela diri. Ia adalah filosofi hidup yang berjalan. Seorang pria kecil bersahaja dari kota Foshan, Tiongkok, yang jejaknya membekas dalam setiap pukulan, tendangan, dan kebijaksanaan murid-muridnya.

Dari Anak Bangsawan ke Jalanan Hong Kong

Lahir dari keluarga kaya pada 1 Oktober 1893, Ip Kai-man tumbuh di tengah disiplin dan tradisi. Tapi hidup membawanya jauh dari kemewahan. Setelah sempat kuliah di St. Stephen’s College di Hong Kong dan belajar kung-fu dari Leung Bik—putra dari master Wing Chun ternama Leung Jan—Ip Man kembali ke tanah kelahirannya dan sempat bekerja sebagai petugas polisi.

Baca Juga:  Wali Kota Salatiga Pimpin Pengukuhan UPZ, Komitmen Lawan Kemiskinan dan Kuatkan Peran Zakat untuk Warga Rentan

Perang dan revolusi memaksanya meninggalkan keluarganya. Ia melarikan diri ke Hong Kong pada 1949, hanya dengan nama besar Wing Chun di pundaknya dan tak sepeser pun harta.

Sang “Tunawisma” yang Mengguncang Dunia Kung-Fu

Satu momen yang melegenda: seorang pria tua, lusuh, duduk di sudut Balai Serikat Pekerja Restoran. Ia tertawa pelan melihat murid kung-fu berlatih. Dianggap menghina, ia dipanggil naik gelanggang. Tapi hanya butuh beberapa detik baginya untuk melemparkan murid seberat 90 kg ke seberang ruangan. Nama Yip Man pun bergaung kembali.

“Kalau mau berlatih kung-fu, lakukan dengan sungguh-sungguh—atau tidak sama sekali,” katanya.

Baca Juga:  Doa Bersama Sambut Kemah Wilayah IX Pramuka SIT Jawa Tengah: Momen Kebersamaan untuk Kesuksesan

Bruce Lee dan Seni Menjadi Seperti Air

Tahun 1956, seorang remaja gelisah bernama Bruce Lee mendatangi sekolah kung-fu milik Yip Man di Kowloon. Bruce baru saja kalah berkelahi dengan anggota geng. Ia mencari arah, dan Yip Man memberinya lebih dari sekadar jurus.

Ia memberinya filosofi hidup.

“Tenang dan tenangkan pikiranmu… biarkan pikiranmu melakukan gerakan balasan tanpa pertimbangan yang mengganggu. Pelajari seni ketidakmelekatan,” ujar Yip Man, yang kemudian diingat Bruce sebagai pondasi semua gaya bertarungnya.

Humor, Opium, dan Kesedihan yang Mendalam

Di balik ketegasannya, Yip Man memiliki selera humor yang unik. Murid-muridnya punya julukan kocak, termasuk Bruce yang ia panggil ‘The Beginner’. Mereka bahkan suka menjebak teman dengan bubuk gatal dan handshake bergetar.

Namun hidupnya tak hanya diisi tawa. Istri pertamanya meninggal di Tiongkok karena tertahan perbatasan. Istri keduanya kalah melawan kanker. Dan dirinya sendiri bergumul dengan kecanduan opium.

Baca Juga:  Kepedulian Ramadhan: Polres Pelabuhan Tanjung Perak Bagikan 100 Takjil Gratis dan Imbau Warga Jaga Kamtibmas

Meski begitu, cinta murid-muridnya tak pernah pudar. Ia mendirikan Wing Chun Athletic Association pada 1967, tempat terakhirnya mengajar hingga wafat karena kanker laring pada 2 Desember 1972—hanya tujuh bulan sebelum Bruce Lee menyusulnya.

Warisan Abadi di Layar dan Dunia

Kisah hidupnya melegenda lewat film Ip Man yang dibintangi Donnie Yen. Namun kisah sejatinya lebih dalam dari layar lebar. Ia bukan sekadar guru kung-fu. Ia adalah filsuf jalanan, pejuang, sekaligus ayah kedua bagi generasi pelanjut kung-fu modern.

Karena tanpanya, dunia tak akan pernah mengenal filosofi paling ikonik dari Bruce Lee: “Be water, my friend.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!