Lahir di Mekah, Mengabdi di Tanah Suci: Ayya, Gadis Mandailing yang Memilih Melayani Tamu Allah

MADINAH | SUARAGLOBAL.COM – Sebuah momen kecil namun bermakna terjadi di lobi Hotel InterContinental Dar Al Hijra, Madinah, siang itu. Seorang pria Arab berseragam biru masuk dan duduk bersama rombongan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Indonesia. Wajahnya tampak serius, menyampaikan sesuatu dalam bahasa Arab kepada para petugas, namun respon yang diterimanya hanya kebingungan.

Situasi menjadi agak canggung. Tak ada yang benar-benar memahami maksud pria itu, hingga Bu Djubaidah, Koordinator Layanan Konsumsi di Sektor 1 Madinah, memanggil seseorang, “Ayya mana ya…”

Tak lama, muncullah seorang gadis muda berseragam petugas haji Indonesia. Langkahnya cepat, matanya mencari-cari, lalu menuju Bu Djubaidah yang segera menunjuk pria Arab tersebut. Gadis itu adalah Ruqayyah Asmar Abdul Hakim, atau akrab disapa Ayya.

Dengan tenang dan sopan, Ayya berbicara dalam bahasa Arab kepada pria itu, sambil menunjukkan data pada selembar kertas yang dibawanya. Percakapan mereka berlangsung singkat, dan tak lama kemudian, pria itu pergi dengan wajah lega.

“Ada apa, Ya?” tanya seorang petugas kepadanya.

“Dari syarikah, bertanya tentang kedatangan hari ini ada di hotel mana aja di wilayah Syamaliyah,” jawabnya lembut.

Baca Juga:  Alunan Shalawat di Balik Jeruji: WBP Rutan Salatiga Asah Kemampuan Hadrah Sambut Ramadan

Kemampuan Bahasa, Kunci Pelayanan

Bahasa menjadi salah satu tantangan utama dalam pelayanan haji. Di tengah ribuan jemaah yang membutuhkan bantuan cepat dan jelas, keberadaan petugas seperti Ayya menjadi vital. Tak semua petugas PPIH fasih berbahasa Arab, meskipun seleksi administrasi telah menyaring yang memiliki kemampuan dasar.

Beruntung, ada formasi petugas dari unsur mukimin, warga negara Indonesia yang tinggal di Arab Saudi. Termasuk pula mahasiswa Indonesia yang menempuh studi di kawasan Timur Tengah. Ayya adalah salah satu dari mereka—seorang mukimin yang lahir dan besar di Mekah.

Ayya dan Akar yang Mengakar di Dua Dunia

Ayya, 26 tahun, adalah anak sulung dari lima bersaudara. Meski secara tampilan dan tutur kata sangat “Indonesia”, Ayya tumbuh dan besar di Mekah. Ia hanya pernah keluar cukup lama dari Arab Saudi saat menempuh studi S-1 di Malaysia. Bahkan ke Indonesia, ia hanya sempat pulang sebulan pada 2023.

Orangtua Ayya berasal dari Mandailing, Sumatera Utara. Sang ayah bekerja sebagai muthawif, pemandu jemaah umrah. Darah Indonesia dan kehidupan Arab bertemu dalam dirinya.

Baca Juga:  Arumi Bachsin Lantik 36 Ketua TP PKK, dr. Hj. Sriatun Subandi Resmi Pimpin TP PKK Sidoarjo

Motivasi Ayya bergabung sebagai petugas haji sangat sederhana namun mendalam.

“Ingin melayani tamu Allah,” jawabnya mantap saat ditanya.

Jawaban tersebut ia lanjutkan, “Membantu para jemaah haji.”

Tahun 2025 ini menjadi tahun kedua Ayya bergabung sebagai tenaga pendukung PPIH. Ia mengikuti seleksi resmi melalui aplikasi pendaftaran, ujian CAT, dan wawancara, sebagaimana petugas dari Indonesia. Pengalaman pertamanya pada musim haji 2024 begitu berkesan.

“Sangat bahagia bisa membantu dan mendampingi jemaah, terutama lansia,” katanya.

Momen paling mengharukan bagi Ayya adalah saat harus berpisah dengan jemaah yang telah ia dampingi selama berminggu-minggu di Tanah Suci.

Melayani Sejak Subuh

Sebagai petugas layanan konsumsi, Ayya bersama timnya bertugas mendistribusikan makanan kepada jemaah. Pukul 05.00 WAS ia sudah bersiap. Makan pagi dibagikan pukul 05.00–08.00, makan siang pukul 12.00–14.00, dan makan malam pukul 17.00–19.00. Selain itu, ia juga memeriksa sampel makanan dan mengawasi proses katering.

Meski tinggal di Arab Saudi hampir sepanjang hidupnya, Ayya tetap membawa mimpi-mimpi masa muda. Ia adalah lulusan information technology yang bercita-cita menjadi desainer web atau pengembang aplikasi.

Baca Juga:  Guru Penggerak Angkatan 10 Resmi Dikukuhkan, Plt. Bupati Sidoarjo Dorong Transformasi Pendidikan Berbasis Karakter

Ia juga mengikuti tren media sosial di Arab Saudi, terutama konten seputar editing di TikTok. Namun saat ditanya soal konten medsos di Indonesia, Ayya hanya tersenyum dan menggeleng pelan.

“Aku lebih suka jalan-jalan dan belanja di Indonesia. Harganya lebih murah,” ujarnya, mengenang kunjungannya ke Tanah Air.

Meski tak banyak berinteraksi langsung dengan Indonesia, Ayya mengaku tetap merasa sebagai bagian dari bangsa ini. Namun ketika ditanya di mana ia ingin tinggal, jawabannya mantap:

“Ingin tetap tinggal di Arab Saudi, jika Allah mengizinkan.”

Wawancara berakhir saat jam menunjukkan waktu mendekati pembagian konsumsi malam. Bu Djubaidah mulai gelisah, dan Ayya pun menerima telepon bertulisan Arab di layar ponselnya. Dengan senyum sopan, ia berpamitan.

Pertemuan singkat dengan Ayya, putri bangsa dari Mekah yang bersahaja, menyisakan kesan mendalam. Dalam kesenyapan tutur dan kerendahan hati, semangat pengabdiannya menjadi cahaya bagi jutaan tamu Allah. (Yuanta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Belum ada komentar disini
Jadilah yang pertama berkomentar disini
error: Content is protected !!