Menapak Makna di Hutan Bambu: Mahasiswa UMN Belajar Hidup dari Pasar Papringan
Laporan: Wahono
TEMANGGUNG | SUARAGLOBAL.COM – Sebuah perjalanan sederhana dapat membuka cakrawala baru. Inilah yang dirasakan oleh Rafaela Pingkan, mahasiswa magang dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), saat mengikuti program walking tour bertajuk Mlaku Lampah di Pasar Papringan, Dusun Ngadiprono, Desa Ngadimulyo, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Program Mlaku Lampah yang digelar pada Sabtu, 11 Mei 2025 ini bukan sekadar wisata jalan kaki, melainkan menjadi ruang pembelajaran hidup yang menyatu dengan alam, budaya, dan masyarakat lokal. Kegiatan ini merupakan inisiasi mahasiswa UMN sebagai bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam skema Revitalisasi Desa, yang bekerja sama langsung dengan komunitas Pasar Papringan dan gerakan Spedagi.
Pasar Papringan sendiri telah dikenal luas sebagai pasar tradisional yang unik. Dibangun di tengah hutan bambu, pasar ini tidak hanya menjadi pusat ekonomi warga, namun juga menjadi contoh konkret keberhasilan revitalisasi desa berbasis kearifan lokal dan keberlanjutan lingkungan.
Sebanyak 37 peserta turut serta dalam program Mlaku Lampah, terdiri dari 15 orang dewasa dan 22 anak-anak usia taman kanak-kanak. Seluruh peserta telah melakukan reservasi sebelumnya melalui formulir online, dan kegiatan dimulai tepat pukul 07.30 WIB hingga 08.30 WIB.
Dalam pelaksanaannya, kelompok dewasa diajak menyusuri kawasan pasar, mengenal sejarah dan visi dari gerakan Spedagi, serta menikmati ragam kuliner khas Temanggung seperti sego gono, ndas borok, dan wedang pring – minuman bambu yang menjadi ciri khas Pasar Papringan.
Sementara itu, kelompok anak-anak mendapatkan pengalaman yang dikemas lebih interaktif. Mereka diajak menukarkan uang dengan koin bambu, mendengarkan dongeng seputar bambu, serta mencicipi jajanan tradisional seperti gulo klopo dan serabi. Anak-anak juga diajak bermain dan belajar di tengah rindangnya pepohonan bambu yang sejuk dan asri.
Rafaela Pingkan, mahasiswa UMN yang turut serta menjadi panitia kegiatan, menyampaikan bahwa pengalaman ini menjadi momen reflektif tentang pentingnya keterhubungan antara manusia dan alam.
“Kegiatan Mlaku Lampah mengajak peserta menyusuri Pasar Papringan sambil memaknai kembali keterhubungan antara alam, budaya, dan masyarakat melalui sajian makanan lokal serta lanskap hutan bambu sebagai simbol keberlanjutan,” ungkapnya.
Meski sempat menghadapi tantangan akibat membludaknya pengunjung pasar yang membuat alur kegiatan cukup padat dan suara pemandu kurang terdengar jelas, hal itu tidak menyurutkan antusiasme para peserta. Mereka tetap antusias mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
Penyelenggara juga menjelaskan filosofi nama kegiatan ini.
“Mlaku berarti berjalan, dan laku lampah bermakna perjalanan menuju makna. Lewat kegiatan ini, kami ingin mengajak masyarakat merasakan perjalanan yang tak sekadar fisik, tetapi juga emosional dan kultural melalui cerita, rasa, dan ruang,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, para mahasiswa magang UMN tak hanya belajar tentang pengelolaan program berbasis komunitas, tetapi juga menyelami langsung nilai-nilai lokal yang menghidupkan desa. Bagi mereka, Pasar Papringan bukan hanya tempat berjualan, melainkan ruang hidup yang menyatukan nilai ekonomi, budaya, dan lingkungan secara harmonis.
Dengan semangat keberlanjutan dan edukasi yang menyenangkan, kegiatan Mlaku Lampah diharapkan menjadi pintu pembuka bagi lebih banyak generasi muda untuk terlibat dalam gerakan pelestarian desa yang dimulai dari hal-hal sederhana – seperti berjalan kaki menyusuri jejak bambu, dan merasakan kedekatan yang sejati dengan akar budaya. (*)
Tinggalkan Balasan