Panen Besar, Petani Menyusut: DPRD Jatim Dorong Regenerasi dan Perlindungan Lahan
Laporan: Ninis Indrawati
SURABAYA | SUARAGLOBAL.COM — Provinsi Jawa Timur kembali menunjukkan taringnya sebagai salah satu sentra pangan nasional dengan capaian produksi padi yang meningkat signifikan sepanjang paruh pertama tahun 2025. Namun, keberhasilan tersebut memunculkan kekhawatiran tersendiri di kalangan legislatif. DPRD Jawa Timur menilai, panen melimpah tidak akan berarti banyak bila tidak dibarengi dengan perlindungan lahan pertanian yang kuat dan berkelanjutan.
Anggota DPRD Jatim dari Fraksi PDI Perjuangan, Wiwin Sumrambah, mengingatkan bahwa ancaman alih fungsi lahan pertanian ke sektor non-pertanian kian mengkhawatirkan. “Kita patut bersyukur atas peningkatan produksi padi. Tapi jika lahan pertanian terus dikorbankan untuk pembangunan yang tidak terkendali, capaian ini bisa jadi hanya sementara,” tegas Wiwin saat ditemui di Surabaya, Selasa (24/6/2025).
Produksi Padi Naik, Ancaman Lahan Membayangi
Berdasarkan data Dinas Pertanian Jawa Timur, produksi padi sepanjang Januari hingga Juli 2025 mencapai 8.784.027 ton gabah kering panen (GKP), meningkat 13,28 persen dari tahun sebelumnya. Jika dikonversi ke gabah kering giling (GKG), hasilnya mencapai 7,3 juta ton, naik dari 6,44 juta ton. Produksi beras juga naik tajam dari 3,72 juta ton menjadi 4,21 juta ton.
Luas tanam padi di Jatim juga menunjukkan peningkatan yang signifikan menjadi 1.299.222 hektare, atau naik 13,4 persen dibanding tahun sebelumnya. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jawa Timur pun tumbuh sebesar 10,52 persen pada triwulan pertama 2025.
Namun di balik data yang menggembirakan tersebut, Wiwin melihat ada bahaya yang tak kalah besar. Ia menyoroti tren alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi, terutama untuk pembangunan industri, perumahan, dan proyek infrastruktur. Ia menyebut bahwa sebagian besar proses tersebut tidak melalui kontrol ketat, bahkan cenderung dibiarkan oleh pemerintah daerah.
“Banyak lahan produktif yang pelan-pelan hilang. Kalau kita tidak segera memperkuat regulasi dan pengawasan, dalam beberapa tahun ke depan kita bisa kehilangan basis produksi pangan,” tegasnya.
Perlindungan Lahan dan Regenerasi Petani: Dua Isu Kritis
Selain isu alih fungsi, Wiwin juga menekankan pentingnya regenerasi petani. Ia mengungkapkan, mayoritas petani di Jawa Timur saat ini sudah berusia lanjut, dan minat generasi muda untuk masuk ke sektor pertanian sangat rendah. Ini dinilai sebagai bom waktu yang bisa melemahkan ketahanan pangan Jatim dalam jangka panjang.
“Kita tidak bisa hanya bicara soal teknologi dan produksi. Anak-anak muda harus dilibatkan, diberi insentif dan akses, agar pertanian kembali menarik dan menjanjikan,” ujar politisi asal Dapil Jombang–Mojokerto itu.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Wiwin mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota agar bekerja sinergis dengan pemerintah pusat. Ia juga menyarankan agar regulasi tata ruang dan peruntukan lahan di daerah diperkuat, baik melalui revisi perda maupun pengawasan implementasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang lebih ketat.
Langkah Konkret Diperlukan
Wiwin menegaskan bahwa keberhasilan produksi pangan hanya akan berkelanjutan jika ada perlindungan struktural terhadap lahan dan pelaku utamanya. “Panen melimpah adalah berkah, tapi menjaga keberlangsungan pertanian adalah tanggung jawab bersama. Tanpa perlindungan yang kuat, kita hanya menikmati hasil hari ini, tapi mengabaikan masa depan,” pungkasnya.
Dengan dorongan politik dari legislatif serta komitmen kebijakan dari eksekutif, Jawa Timur diharapkan tidak hanya menjadi motor produksi pangan nasional saat ini, tetapi juga benteng ketahanan pangan yang tangguh di masa depan. (*)
Tinggalkan Balasan