Penampungan Ilegal CPMI di Malang Digrebek, Dua Tersangka Dijerat Hukuman Berat
Laporan: Ninis Indrawati
MALANG | SUARAGLOBAL.COM – Polresta Malang Kota mengungkap kasus perdagangan orang yang melibatkan penampungan calon pekerja migran ilegal di wilayah Sukun, Kota Malang. Tim Satreskrim Polresta Malang Kota berhasil menangkap dua orang yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Penangkapan ini merupakan bagian dari operasi penggerebekan yang dilakukan pada Jumat (8/11/2024), di mana 41 calon pekerja migran ditemukan dalam dua lokasi berbeda.
Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono, memaparkan hasil investigasi dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (15/11). Menurutnya, pengungkapan kasus bermula dari laporan seorang perempuan berinisial HN (21), yang mengaku menjadi korban penganiayaan di tangan majikannya, HNR (45). Peristiwa tersebut menyebabkan HN mengalami luka fisik serta trauma psikologis hingga harus dirawat di Rumah Sakit Saiful Anwar.
“Kami menerima laporan bahwa HN mengalami kekerasan, termasuk dipukul dan dijambak. Hal ini kemudian menjadi pintu masuk bagi kami untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, jelas Kombes Pol Nanang.
Penganiayaan itu diduga terjadi akibat kesalahpahaman saat HN tidak sengaja menyebabkan anjing peliharaan HNR mati.
Penelusuran mendalam mengungkap bahwa rumah HNR di Kecamatan Sukun ternyata menjadi penampungan calon pekerja migran yang terafiliasi dengan PT NSP, perusahaan yang diketahui tidak memiliki izin resmi untuk operasional penampungan.
Investigasi lebih lanjut menunjukkan bahwa HNR bertindak sebagai penanggung jawab penampungan, sementara DPP (37), tersangka kedua, menjabat sebagai kepala cabang PT NSP di Malang.
Kombes Pol Nanang menegaskan bahwa sebanyak 47 saksi telah diperiksa dalam pengungkapan kasus ini. Selain itu, pihak kepolisian juga menemukan bahwa para CPMI yang ditampung sebelumnya mengikuti pelatihan selama tiga bulan di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tangerang sebelum dipulangkan ke Malang.
“Hasil penyidikan menunjukkan PT NSP tidak memiliki izin resmi untuk menjalankan tempat penampungan, sehingga kami harus menindak tegas,” tambah Kombes Pol Nanang.
Kedua tersangka, HNR dan DPP, kini dijerat dengan berbagai pasal berat. HNR menghadapi Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP terkait penganiayaan dengan ancaman 5 tahun penjara, serta Pasal 2 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan pasal terkait perlindungan pekerja migran dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. Tersangka DPP turut dijerat pasal yang sama atas perannya dalam kasus TPPO ini.
Sebanyak 41 CPMI yang ditemukan dalam penggerebekan tersebut telah mendapatkan penanganan khusus. Dari jumlah tersebut, 13 orang ditempatkan di Rumah Aman milik Dinas Sosial P3AP2KB Kota Malang untuk perlindungan lebih lanjut, sementara 28 lainnya telah dipulangkan ke keluarga masing-masing.
“Penyidikan ini masih terus kami dalami. Kami akan menelusuri keterlibatan LPK di Tangerang yang menjadi titik awal pelatihan CPMI, mengingat PT NSP diketahui telah beroperasi sejak awal tahun 2024, terang Kombes Nanang, menunjukkan komitmen Polresta Malang Kota dalam membongkar jaringan kejahatan perdagangan orang di wilayahnya.
Kasus ini menjadi sorotan sebagai contoh nyata upaya penegakan hukum dalam memberantas perdagangan manusia dan memastikan perlindungan bagi para calon pekerja migran yang sering kali menjadi korban praktik ilegal dan berbahaya. (*)
Tinggalkan Balasan